Cari thema tulisan dan judul artikel disini

Selasa, 10 September 2024

SYARIF TUE ABDULLAH BIN YAHYA PANGLIMA LOLOAN


Syarif Tue, Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan 

MANAQIB 

By: Maktab NanGq 1857 Pontianak



Keturunan dan Kaum Kerabat
Syarif Tue
 Abdullah bin Yahya Panglima Loloan



Syarif Tue , Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan 


Kelahiran, Keturunan, dan Asal  - usul : 


38@  Syarif Tue, Abdullah bin Yahya Panglima Loloan, 

37@ Ayah  : Sayyid Syarif Yahya Maulana Alkadri,  

Lahir  : Segeram Pulau Tujuh Natuna,  13 Jumadil Akhir 1223 H - 1802 M

Wafat : Jembrana Loloan Bali,  Jumat 28 Rajab 1279 H - 1858 M

Istri    :  Syarifah Fatimah dipanggil si Punce ( Puan Encik )

Anak : 5 Orang. Putra 3, Putri 2

Makam : Komplek Masjid Baitul Qadim Loloan Jembrana Bali


Anak Keturunan Pertama  : 


39@ 1.Syarif  Usman  bin  Abdullah,  bin  Yahya  Maulana  Al Kadry (laki-laki), 

39@ 2. Syarif Muhammad bin Abdullah,  bin Yahya Maulana  Al Kadry  (laki-laki), 

39@ 3. Syarif Husin  / atau, Hasan ? bin Abdullah, bin Yahya Maulana  AlKadry 

39@ 4. Syarifah Zainah binti  Abdullah,  bin Yahya.  Dipanggil : Bu Ami Agil 

39@ 5. Syarifah Kalsum binti Abdullah, bin Yahya.  Mungkin karena anak bungsu dipanggil, Syarifah Encu ( perempuan ).  Encu, atau Ucu, adalah panggilan anak bungsu di Pontianak, pengaruh Bugis.


 Leluhur  dan  Kerabat asal : 


@37. Sayyid Syarif Yahya Maulana Alkadri,  Bin  Sayyid Yusuf . 

          Keturunan  Yahya  Maulana  Al Kadry , : 

38@1. Sayyid Syarif Abdullah bin Yahya Maulana  Al Kadry ( Bali )  Syarif Tue

38@2. Sayyid Syarif Abdul Latif  bin Yahya Maulana  Al Kadry ( Pontianak )

38@3. Sayyid Syarif Abdul Rozak  bin Yahya Maulana  Al Kadry ( Pontianak ) 

38@4. Sayyid Syarif Muhammad Thohir bin Yahya Maulana Al Kadry ( Pontianak ) Kembaran Muhammad Sholeh 

38@5. Sayyid Syarif Muhammad Sholeh bin Yahya Maulana Al Kadry ( Pontianak ) Kembaran Muhammad Thohir

38@6. Sayyid Syarif  Sulaiman bin Yahya Maulana  Al Kadry ( masih dicari ) Mengubah nama menjadi : Wan Taipong 


@37.  Sayyid Syarif Yahya Maulana Alkadri, 

@36. Bin Sayyid Syarif Yusuf 'Ki Sauki Yusuf" ulama besar abad ke 18 Pulau Tujuh, makam di Segeram Natuna, Lahir Sabamban 1776 M - Wafat Segeram Pulau Tujuh 1867 M. Usia 91 tahun. Nama Ibu, Syarifah Aminah binti Sayyid Abdullah Alidros, asal Trengganu. Anak  kedua, dari 6 bersaudara lelaki. Lahir setelah 3 tahun dari kelahiran  "Sayyid Syarif Ibrahim Panglima Hitam Paku Alam Segeram", Pada 1773 M di Sabamban Borneo Selatan   


@35. Bin Sayyid Syarif Abubakar Panglima Laksamana I, Pertama - Kesultanan Pontianak, Lahir 1735. Wafat 1814. Usia 79 tahun. Makam Pontianak . Istri 11. Anak 32. Syarifah Aminah Alidros merupakan istri kedua beliau, menurunkan 6 Putra.  Salah satunya bernama Yusuf  dari  31 anak lainnya, Putra dan Putri.   


@34. bin Al Alamah Al Alimu Mufthi 2 Kerajaan, Matan dan Mempawah,: As Sayyid Syarif Husein Tuan Besar Mempawah Alkadri Jamalullail . Dari  istri Nyai Tengah, Utien Krinci Srikandi binti Sultan Maazidin Matan. Istri  kedua dari Matan. Dinikahi setelah wafatnya Nyai Tua , Utien Kabanat, Utien Chendramidi I, setelah melahirkan Syarifah Khadijah anak terakhir beliau. Kedua istri  ini di makam kan di Mempawah bersebelahan suaminya.

  As Sayyid Syarif Husein Alkadri Jamalullail, Makam Sejegi Kampung Pedalaman. Mempawah. Kalimantan Barat.  Anak  bungsu Sayyid Ahmad bin Sayyid Husein. No.5, dari lima saudara. Lahir di Trim Ar Ridha Yaman pada 17 Muharram 1120 H - 1699 M,  dan wafat di usia 63 -64 tahun, Pada :  Rabu 2 Zulhijjah 1184 H - 19 Maret 1763 M.

     Menikahi 12 wanita, dan mempunyai keturunan 42 anak 

 

=========


Acara Penobatan Sultan Pontianak ke IX 
Pada 15 Juli 2017 M



Syarif Tue , Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan 


 Masa  hidup yang se zaman 


1. Sultan Pontianak dan Jembrana

    Yang hidup se zaman dengan Syarif Tue


     Syarif Tue,  lahir tahun 1802 di Segeram Pulau Tujuh Natuna, di zaman akhir Sultan Abdurrahman berkuasa, atau permulaan kekuasaan Sultan Kasim, 1808 – 1819,M, serta menginjak dewasa dimasa kekuasaan  Sultan Oesman,1819 – 1855;M.


Syarif Abdullah bin Yahya, Lahir tahun 1802 M, atau 6 tahun sebelum wafatnya Sultan Abdurrahman di  Pontianak. Dimasa Sultan Kasim bertahta hingga turun tahta pada tahun 1819 M, - saat itu beliau, baru berusia sekitar 17 tahun,-  


Zaman Rentang masa kekuasaan Sultan Oesman, : 


    Sultan Usman bertahta cukup panjang, (  1819-1855 M)  sekitar 36 tahun : Sultan Usman, Lahir; 1777, dinobatkan sebagai putra Mahkota, Pangeran Ratu pada tahun 1788.  Naik Tahta di usia 31 tahun, setelah wafat saudara  nya, Sultan Kasem  pada : 25 februari 1819.  


   Inilah yang lebih tepat dianggap sezaman dengan masa Syarif Abdullah bin Yahya mengelana di lautan, beliau ber usia 17 tahun ( 1802 - 1819 ) - memasuki usia dewasa , ketika Sultan Usman naik Tahta,  


Syarif Tue, lahir di Pulau Tujuh, Natuna sekarang, kemudian menjelajahi negeri - negeri Melayu bagian Barat Pulau Kalimantan, ke Trengganu, Kedah, Kelantan, Pahang, Negeri Sembilan, Melaka, dan Temasek ( Singapore sekarang ) serta negeri lainnya di tanah Melayu dan Nusantara ini. 


   Karena banyak merugikan kepentingan penjajah, dan dianggap saingan dagang barangkali, atau memang terjadi perlawanan  kepada Belanda saat itu, khususnya di lautan, maka dalam pelayarannya nya ke arah timur, beliau kemudian masuk ke Kuala Perancak, guna menghindar  dari kejaran armada laut VOC zaman itu. 


Klarifikasi 
Jalur Nasab Syarif Tue  Abdullah bin Yahya Alkadri
Dihadapan :
Ustazd Thaufik Assegaf Ketua  Rabithah, dan,
Ustazd Sehon Assegaf Maktab Daimi


Syarif Tue , Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan 

Saat mendarat di Loloan , beliau, diperkirakan berusia antara : 25 - 40  tahun.


      Hal ini disimpulkan berdasarkan keadaan di  Jembrana, masa itu yang bertahta di Jembrana adalah  Gusti Putu Seloka,  berkuasa,: (1809–1835 M )


Gusti Putu Seloka, atau, Anak Agung Putu Seloka,  berkuasa,(1809–1835 M) [anak Gusti Putu Andul] Raja ketiga dari Dynasti Mengwi  


     Sezaman dengan masa pemerintahan Sultan Osman Pontianak, (1819 – 1855), yang juga raja ketiga dari Kesultanan Pontianak. 


Perhatikan narasi sejarawan ini : 


       Dengan menggunakan 4 armada kapal perang,* dan banyak pengikut nya, di usia perkiraan antara  25 tahun sampai  40 tahun. Syarif Abdullah bin Yahya, masuk ke Kuala Perancak, menyusuri sungai Ijo Gading, yang ber kelok - kelok. Kelo-  an, kelo - an, : lambat laun menjadi : Lolo "an, Loloan. (*I  Wayan Reken )


Beliau, Syarif Abdullah bin Yahya ini, 


      Ketika di Jembrana Bali,  hidup se zaman dengan : 

      Gusti Putu Seloka, Gusti Ngurah Made Pasekan ( wali negara c. 1840-1849), dan Gusti Putu Ngurah Sloka (1849–1855; wafat 1876) [anak Gusti Putu Sloka] yang terlibat peperangan dengan Syarif Tue,, Gusti Alit Mas (wali negara c. 1835-1840),   : Gusti Putu Dorok (wali negara c. 1835-1840) [cicit Gusti Ngurah Batu]*,


      Mengenai pendapat bahwa gerakan perlawanan Syarif Abdullah bin Yahya, karena dipicu ketidak setujuannya sehubungan  dengan perjanjian antara kesultanan dengan pihak, VOC Belanda,* patut diketahui, bahwa ketika Sultan Usman naik tahta, Belanda VOC memang kembali menyodorkan perjanjian baru yang isinya sangat merugikan kesultanan Pontianak. ( *I Wayan Reken )


 

Syed  Zainal Abidin  Alkadri
Lahir 1917 M - Wafat 2014 M
Usia : 97 tahun. Makam Peniraman 

Bin Abdul Latif , Bin Yahya , Bin Yusuf 
Bin Sayyid Abubakar I Panglima Laksamana
Bin Sayyid Husein Tuan Besar Mempawah 
Kaum Kerabat Syarif Tue Panglima Loloan 



Syarif Tue , Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan 


2. Perlawanan terhadap Penjajah VOC : 

     Zaman Sultan Usman 1819 – 1855


    Naiknya Sultan ketiga, Syarif Usman ibni Sultan Abdurrahman Alqadrie pada tahun (1819 – 1855). di tahta Istana Kadriah, VOC Belanda kongsi dagang serakah ini, kembali menyodorkan perjanjian, dan  dengan sangat terpaksa , Sultan Usman menanda tangani perjanjian baru pada tahun : 1819, 1822 dan 1823.


Tiga buah perjanjian tersebut di atas yang sangat mengikat dan merugikan fihak kesultanan, rakyat dan dirinya , isinya antara lain adalah bahwa :


1. Fihak kesultanan tidak lagi memiliki kekuasaan dan penghasilan sepenuhnya tetapi kekuasaan pemerintahan dan penghasilan kesultanan telah dibagi dua dengan Pemerintah Belanda di Batavia. Bahkan, menyusul lagi ketentuan baru, berdasarkan catatan Rahman (2000


2. Sultan tidak lagi mendapatkan separuh (50%) dari penghasilan kesultanan sebagaimana ketentuan sebelumnya, tetapi Sultan hanya diberikan tunjangan 42.000 gulden setiap tahun. Ketentuan ini tidak saja menimbulkan kerugian bagi fihak kesultanan secara material, tetapi juga merupakan penghinaan terhadap dan penghancuran martabat/marwah (dignity) kesultanan yang berdaulat dan memperoleh dukungan dari rakyat.


3. Perjanjian 14 Oktober 1823 : yang menetapkan bahwa kekuasaan pengadilan Belanda diperluas terhadap rakyat pribumi setempat disamping orang-orang Eropah dan Cina (Rahman, 2000:118).


      Belanda memperlakukan sultan dan para pemuka Kesultanan Kadriah sebagai tidak lebih dari para pegawai dan buruh kontrakan yang makan gaji dari Belanda.


    Mungkin dipicu perjanjian ini, 

 Syarif Abdullah bin Yahya, yang memang keturunan Panglima Laksamana I Abubakar ini, kemudian angkat senjata, dan mengobarkan perlawanan terang - terangan dan besar -  besaran. Terbukti ketika memasuki kuala Perancak, beliau menggunakan 4 buah perahu perang bersenjata lengkap. 


Situs Makam Syarif Tue, Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan
bin Yusuf  bin Abubakar I, bin  Sayyid Husein Al Kadri
Loloan Jembrana Bali


Syarif Tue , Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan 


3. Syarif Abdullah bin Yahya , 

    Mendarat di Loloan Bali, sekitar tahun 1825 - 1835 M


Setelah abad ke-18,**Perhatikan:  


        Disusul pula oleh orang-orang dari Kalimantan Barat (Pontianak). Di Kalimantan Barat terdapat koloni atau perkampungan orang-orang Bugis yang berasal dari Sulawesi Selatan. (  **I Wayan Reken : Buda ,1990: 49-51 ) 


     Di Air Kuning mereka bertemu dengan orang Bugis yang dipimpin oleh Haji Shihabuddin yang telah lebih dahulu menetap di sana. 


Atas bantuan pemuka orang Bugis di Air Kuning Syarif Abdullah dan anak buahnya diantar menghadap kepada Raja Jembrana dan akhirnya mereka diijinkan mendiami daerah di sebelah kiri dan kanan Sungai ijogading. 


Atas bantuan pemuka orang Bugis ini pula, 


     Syarif Abdullah bersama rombongannya diantar menghadap kepada Raja Jembrana : Anak Agung Putu Seloka (Raja ketiga yang memerintah dari tahun 1795-1842, sebagian mencatat : Gusti Putu Sloka (1809–1835) [anak Gusti Putu Andul] dari Dynasti Mengwi.


Tempat pemukiman mereka ini kemudian diberi nama Loloan yang terletak di sebelah utara Bandar Pancoran (Buda, 1990: 49-51).


   Kedudukan orang-orang asing yang beragama Islam bertambah kuat dengan kedatangan Encik Yaqub, orang Melayu dari Trengganu mewakaf kan sebuah Al Qur’an dan sebidang tanah sawah di Merta Sari untuk pembiayaan dan pemeliharaan Mesjid Loloan. 


     Pewakafan ini terjadi pada masa Pak Mahbubah menjadi penghulu, Pak Mustika sebagai Pembekel, disaksikan oleh Syarif Abdullah bin Yahya Al Qodry dan khatif ( dikenal sebagai Moyang Khatif ) adalah Aba Abdullah Hamna


       Tanah wakaf di Mertasari adalah seluas 0,45 ha, selain itu terdapat juga di Desa sembati seluas 0,90 ha, di Subak Tugtug seluas 1,05 ha, di Subak Cupel 1,25 ha, dan 1,50 ha terletak di Desa Sang Jangkrik (Buda, 1990: 51-52).


Dua Saudara Cucu Syarif Tue
Abdullah bin Yahya Panglima Loloan 
Haji Syarif Yasin & Syarif Usman Alkadri


Syarif Tue , Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan 

 4. Perang di Jembrana Bali : 

     Syarif Tue, Vs , Raja Anak Agung Putu Ngurah



4.1. Asal mula nama : Jembrana  dan Pembangunan kota Negare


Pada tahun 1800 - 1803 : 

Pembangunan kota Negare oleh Raja Anak Agung Putu Seloka.


      Selesailah sudah pembangunan kota Negara  pada tahun 1803 itu. Perhatikan: Kota Pontianak selesai dibangun pada tahun 1778 dan Sultan Abdurrahman kemudian dinobatkan. Ada selisih waktu  25 tahun, antara Kota Negare dengan Kota Pontianak. Sementara Syarif Tue, nantinya mendarat di Bali, pada masa akhir kekuasaan Putu Seloka


       Pembangunan yang diperkirakan dimulai tahun 1800 zaman Raja Anak Agung Putu Seloka berlangsung selama 3 tahun ini akhirnya rampung.  Negare di jadikan ibu kota pemerintahan. 


Raja Anak Agung Putu Seloka mempunyai dua orang putra, yaitu:

       1. Putra yang sulung bernama : >  

           Anak Agung Putu Ngurah menempati Puri Agung di Negara,


       2. Putranya yang ke dua bernama> 

            Anak Agung Putu Raka menempati Puri Gde Jembrana  : 

      (Reken, tanpa tahun: 11-12., dan Damanhuri, 1993: 13-14)



    Dikisahkan dalam Babad Dinasty Ki Ageng Malele Cengkrong ( Pedoman Sejarah Keluarga Pancoran) asal mula Jembrana.


     Sejarah nama Jembrana yang dapat ditelusuri, hingga hari ini, berasal  hikayat Dari  nama Kuda Putih : Jaran Rana  menjadi Jembrana , tahun 1450 M , setelah perang saudara, dan cerita dari mulut kemulut /pitutur Jimbar artinya besar, Wana artinya hutan.  Jimbaran Wana artinya hutan yang besar. (Jayus, 1993: 1-2).


Bekas kerajaan 2 saudara ini, negeri Bakungan dan Pecangakan yang telah musnah disebabkan oleh kuda putih bernama Jaran Rana kemudian dikenal dengan nama : Jembrana (Buda, 1990: 24-26).  Bahkan Danghyang Nirartha dalam perjalanannya ke Bali dari Pulau Jawa menyebutkan daerah Bali barat yang dikunjunginya dengan nama Jembrana (Toetoer Lambangkawi, No. 1339/Va: 1-2).


   Sedangkan menurut Ida Pedanda Gede Sigaran dan I Ketut Serung mengemukakan bahwa Kota Negara, ibu kota Jembrana,  lahir pada Purnamaning Kasa, tanggal 27 Juni 1800.  Didasarkan pada pendirian Puri agung Negeri oleh Anak Agung Putu Seloko



Suasana Peperangan 



Perang Jembrana Vs Buleleng  II


4.2. Tahun 1828 : Peperangan  kedua Jembrana Vs Buleleng


Tahun 1828 terjadi peperangan yang kedua kalinya 


  Antara Jembrana dengan Raja Buleleng "Anak agung Gde Karangasem" yang tertarik dengan kemakmuran kerajaan Jembrana. Raja Buleleng ini juga  nantinya terlibat  konplik  di Mataram dengan suku Sasak Lombok pada tahun 1855 M.


1827  m  - Karang Asem dikuasai  I Gusti Bagus Karang.


 Ketika I Gusti Bagus Karang gugur dalam menyerang Lombok, - dalam upaya memburu I Gusti Lanang Peguyangan yang melarikan diri ke Lombok, - pada saat yang sama, raja Buleleng, I Gusti Ngurah Made Karangasem, berhasil menaklukan Karangasem dan mengangkat menantunya I Gusti Gede Cotong menjadi raja Karangasem.


1839.  - I Gusti Ngurah Made Karangasem, Bali Mataram dari Buleleng 


   Kelompok-kelompok bangsawan Bali dari kerajaan Karangasem kemudian mulai menguasai bagian barat Pulau Lombok. Salah satu dari mereka, yaitu kelompok Bali-Mataram, berhasil menguasai lebih banyak daripada kelompok asal Bali lain nya, dan bahkan pada akhirnya menguasai keseluruhan pulau ini pada tahun 1839. ( lihat : https://sultansinindonesieblog.wordpress.com/bali/kerajaan-karangasem/)

     Sejak saat itu kebudayaan istana Bali juga turut berkembang di Lombok.


Dimana Ia, 

"Anak Agung Gde Agung Gusti Ngurah Made Karangasem" dalam upaya nya menaklukkan Lombok, kemudian menculik  dan membunuh,--  

Pangglima  Laksamana IV dari Kesultanan Pontianak  bernama "Sayyid Abubakar bin  Abdillah" bin Abubakar III Leaxa bin Abdullah, bin Abubakar I Panglima Laksamana Pertama,  yang makam nya ditemukan di pinggiran Pantai Jeranjang Pulau Lombok, 

 -  Dengan cara yang sangat mengerikan 


 Baca disini, klik >.: 

(  Riwayat  Panglima Laksamana IV  )


Panglima Syarif Hasan  bin Umar Alkadri ( Baju Garis )
Bersama Wan Dahlan  bin  Tku  Hamid Alkadri, dan 
Wan Azizan ( Kaos Biru ) bin Wan Zainal Abidin Alkadri
Gambar  di Sarawak Malaysia Timur 



Syarif Tue , Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan 


Perang Jembrana Vs Buleleng  II


Kita  kembali  ke Tahun 1828 : 

Peperangan  kedua Jembrana Vs Buleleng, tadi  : 


  Raja Anak Agung Putu Seloka bersama adiknya Anak Agung Ngurah Made Bengkol dan beberapa pengiringnya mengungsi dengan perahu Bugis ke Banyuwangi ( sekarang bernama Kampung Bali ).


Setelah raja selamat sampai di Banyuwangi anak Agung Made Bengkol kembali ke Jembrana. 


   Dalam peperangan, pasukan Jembrana dipimpin oleh I Gusti Ngurah Gde dari Jero Pancoran yang didukung oleh pasukan Islam.  


Panglima perang Buleleng Anak Agung Gde Karang beserta prajuritnya gugur dalam pertempuran, akhirnya mundur kembali ke Buleleng. 


    Kemudian adik panglima perang Buleleng yang bernama Anak Agung Made Karang menyerang dari arah laut, sedangkan dari arah pegunungan pasukan Buleleng menyerbu Puri Jembrana dengan siasat menjepit dari arah muka dan belakang.


   Karena begitu kuatnya musuh,  akhirnya dalam perang tanding di Bajo/Awen panglima I Gusti Ngurah Gde bersama Anak Agung Made Bengkol gugur, dan akhirnya Puri Gde Jembrana dapat direbut.


    Namun Puri Agung Negara tidak berani didekati karena banyak prajurit yang tertembak mati dengan bantuan pasukan Muslim dan tembakan meriam Syarif Tue Abdullah bin Yahya yang membela raja Putu Seloka pada pertempuran melawan Buleleng ini. 


Untuk menghindari banyak nya korban jatuh, Anak Agung Gde Karang  memerintahkan anak buahnya mundur kembali ke Buleleng. Serangan kali ini dapat ditahan oleh Jembrana hingga keamanan dapat kembali dipulihkan dan ditertibkan di kerajaan Putu Seloka ini. 


Sampai tahun 1832 M 

Selama empat tahun 

Jembrana mengalami kekosongan pemerintahan, .... 


      Akibat peperangan dengan Buleleng, maka Syarif Abdullah bin Yahya Al Qodri dan Panglima Tahal memperkuat posisi pertahanan Islam di sekitar Benteng Fathimah berpedoman pada prinsip agama yang sedang dikembangkan melalui perwakilan dan berdagang, lebih bersifat asimilatif dari pada revolusioner dan bukan sekali-kali untuk menaklukkan.


  Jika pemuka Islam Syarif Abdullah beserta Panglima Tahal menghendaki tahta dan kekuasaan dan menyalahgunakan kesempatan sewaktu kerajaan Jembrana dalam keadaan pemerintahan kosong selama empat tahun, maka pastilah pengaruh Islam dan Syarif Abdullah bisa menguasai Jembrana saat itu.





Keturunan 
Syarif Tue  Abdullah bin Yahya Panglima Loloan
Dari :
Syarif Zain bin Usman, bin Zain bin Usman 
bin Abdullah bin Yahya bin Yusuf 
bin Abubakar I Panglima Laksamana 
bin Sayyid Husein Tuan Besar Mempawah 



Syarif Tue , Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan 


4.3. Tahun 1842 M : 

   Suksesi  Putu Seloka kepada Anak Agung Putu Ngurah.


Setelah wafatnya Putu Seloka, Raja Anak Agung Putu Ngurah adalah pelanjut dinasty  Mengwi berikut nya. 


  Beliau, berbeda dengan ayahnya,  menaruh curiga kepada kegiatan Syarif Tua Abdullah bin Yahya, sehingga dengan cara halus melarang orang-orang Bali Hindu beralih agama lain dengan perantara Ida Pedanda Agung , berdasarkan Hukum Adat Istiadat yang berlaku.


 Syarif Tua sadar betapa tabiat Tuanku Raja,

         Jauh berbeda dengan ayahnya waktu berkuasa.


      Sering terjadi penindasan, penganiayaan, kerja rodi, bea syahbandar terlalu besar dan terjadi persaingan dalam kalangan kerajaan.


Dengan segala kerendahan hati Syarif Tua menemui raja Anak Agung Putu Ngurah untuk menyadarkan betapa berbahayanya hawa nafsu dan kekuasaan itu. 

Namun Raja tidak memperhatikan nasehat yang disampaikan. 


13 Oktober 1855 M


   Karena ketidak puasan yang meluas, maka  pada : Tanggal : 13 Oktober 1855 No. 85  Stanblat menurut dokument Belanda : MMencatat Protes rakyat kepada Raja Putu Ngurah  yang dianggap semena - mena, Isi surat tersebut adalah rakyat Jembrana merasa sangat keberatan atas ulah Raja Jembrana I Gusti Agung Putu Ngurah. 


 Surat protes ini dikirimkan oleh salah Seorang Punggawa bernama : 


    I Gusti Ngurah Made Pasekan :  

   Yang sejak lama menaruh kecewa terhadap raja. Made Pasekan ini, bersahabat dengan Syarif Tua Abdullah bin Yahya  dan seluruh umat Muslimin. Diam-diam dia melayangkan surat gugatan kepada Komisarisw Hindia Belanda tanggal 13 Oktober 1855 No. 85 di Residensi Banyuwangi.


Protes ini dilayangkan setelah rakyat Jembrana hidup dibawah tekanan dan kezaliman raja ini selama 13 ( tiga belas ) tahun, sejak dilantik nya pada tahun 1842 M 


Surat protes ini kemudian dilanjutkan oleh Residen Banyuwangi ke hadapan Gubernur Jenderal Belanda di Batavia 


    Bersamaan dengan ini terjadi perpecahan di Jembrana,


Protes ini dilayangkan setelah rakyat Jembrana hidup dibawah tekanan dan kezaliman raja ini selama 13 ( tiga belas ) tahun, sejak dilantik nya pada tahun 1842 M 





Harimau Loloan  
Haji Syarif Yasin bin Zain  Alkadri 


Syarif Tue , Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan 


4..4. Tahun : 1855 M :  - Sezaman Kekuasaan Sultan Hamid I, Pontianak


   Peperangan antara Syarif Tue, Panglima Tahal, dan  I Gusti Ngurah Made Pasekan,  : < melawan > :  Raja Anak Agung Putu Ngurah  Putra Sulung Putu Seloka : 



      Pihak Pertama: --, Punggawa Jembrana I Gusti Ngurah Made Pasekan bersatu dengan Syarif Tua beserta umat Islam nya termasuk Datuk Panglima Tahal,  dan prajurit-prajurit Pan Kelab beserta rakyat Bali  yang berpihak kepada nya.


        Pihak Kedua, :--,  Raja Jembrana, Ida Anak Agung Putu Ngurah  dikawal oleh bala tentara I Gusti Agung Made Rai dan seluruh Ksatria yang berpihak. Jika dilihat dari kekuatan, pihak kerajaan jauh lebih kuat.


     Syarif Tua mengumpulkan seluruh umat Muslim dari pedesaan-pedesaan ke benteng Fathimah, Loloan Timur, begitu juga di sekitar Puri Negara dan Jembrana telah penuh sesak dengan pengawalan pasukan yang siaga perang.


     Peperangan tidak bisa dihindari, dimana I Gusti Agung Made Rai mencabut keris “Tastas” pusaka kerajaan,  dan I Gusti Made Pasekan mencabut keris pusaka Buleleng “Ki tunjung Tutus”. 


Di lapangan Puri Jembrana dan Puri Negara penuh sesak oleh prajurit pembela kerajaan.


Karena tidak ditemukan jalan keluar, peperangan tidak dapat di hindarkan lagi. 



Bendera Perang Syarif Tue 
Ilustrasi
 

Syarif Tue , Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan 


    Syarif Tue, Datuk Tahal  dan  I Gusti Ngurah Pasekan  merapatkan barisan dan memobilisasi  dukungan guna berhadapan dengan pihak kerajaan, : Raja I Gusti Anak Agung Putu Ngurah,  yang telah melakukan kezaliman ini. 


           Tiba-tiba berdentumlah meriam-meriam Syarif Tua  

           Dari Benteng Fathimah di Loloan Timur,!


Begitu juga meriam-meriam Pan Kelab dari dekat arah Desa Pemedilan.


         Pasukan Syarif Tua juga dibantu oleh Panglima Datuk Tahal yang terdiri dari orang - orang Melayu, Bugis, Jawa, Madura, dan ummat Islam lain nya di zaman itu.


 Pertempuran sangat sengit, terjadi.....


Di Benteng Fathimah,  


        Syarif Tua mengibarkan bendera Pusaka berwarna Hijau bertuliskan kalimat Syahadat dan Panji-panji berwarna hitam bergambar harimau berhuruf arab hadiah Sultan Kedah dahulu yang berisikan ayat Suci Al-Qur’an.  ( **Perhatikan bahwa beliau pernah berlayar ke negeri Kedah, Tanah Melayu  yang dekat dengan Trengganu ? ) 


 Karena gempuran-gempuran dari Benteng Fatimah sehingga Puri jatuh.



Suasana ketika kecamuk peperangan - Ilustrasi

 


 Syarif Tue , Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan       


    Pada malam hari Syarif Tua melakukan siasat kurungan terhadap Puri Negara dengan laskar pilihan. Masing-masing membawa meriam tiruan dari batang-batang pepaya yang dicat warna hitam untuk menakut-nakuti prajurit kerajaan, seraya meminta suaka perundingan dengan tuanku Raja Anak Agung Putu Ngurah.


   Syarif Tua selaku utusan umat Islam di Jembrana di kawal oleh panglima Datuk Tahal.


 Syarif Tua membuka pembicaraan:  


 “Maaf Paduka Tuanku Yang Mulia,  


     -" Kami selaku utusan umat Islam dan rakyat, memohon membuka musyawarah perihal kekuasaan yang mulia yang di ambang pintu keruntuhan. Sesungguh nya kami terlarang membunuh orang-orang yang menyerah kalah.


Demikianlah ajaran agama kami.


   Kami mengangkat senjata bukan untuk merebut kekuasaan, melainkan untuk menyebarkan agama sambil berniaga dan menolak sekeras- keras nya perbuatan-perbuatan dholim yang menghambat agama kami. 


  Demi nama Allah kami menasehatkan berangkatlah besok pagi-pagi sebelum fajar dengan segenap keluarga menyelamatkan diri untuk meminta perlindungan Hukum kepada Gubernur Hindia Belanda"  :-" pungkas Syarif tua,  

  

      Tuanku Raja terdiam bingung menghayati pembicaraan Syarif Tua sambil menimbang-nimbang, dan diputuskan Raja beserta keluarganya meninggalkan Puri Negara menuju Buleleng.  

 

Raja juga memerintahkan kepada Hulubalang-hulubalang supaya peperangan dihentikan, karena kekuasaan kerajaan telah diserahkan secara damai kepada Syarif Tua dan punggawa I Gusti Ngurah Made Pasekan.


     Keesokan hari nya Raja beserta keluarganya dan Anak Agung Made Rai menuju Buleleng.


Di Jembrana : 


        Raja I Gusti Anak Agung Putu Ngurah, 

      Putra Putu Seloka nomor 2, -  Dengan kemauannya sendiri melepaskan hak Kerajaan kepada Gouvernement Hindia Belanda, kemudian oleh Belanda VOC dijadikan  Landschap Gouvernement di bawah seorang Regent, bertitel Raja :  dijabat oleh  I Gusti Ngurah Made Pasekan. 



Silsilah 
Syarif Tue Abdullah bin Yahya Alkadri
Panglima Loloan 

Diterbitkan  Oleh : 
Maktab NanGq 1857 Alkadri Pontianak
Pangeran Bendahara Tua Syarif Ja"far Alkadri
Bin Sultan Hamid I - Sultan Pontianak ke IV
Bin Sultan Usman - Sultan Pontianak ke III
Bin Sultan Abdurrahman - Pendiri Kesultanan Pontianak 
Bin Sayyid Syarif Husein Tuan Besar Mempawah 


Tengah malam menjelang Shubuh
Makam Sayyid Husein Mempawah


===========


Syarif Tue 
Abdullah bin Yahya Panglima Loloan 

Dalam catatan Sejarawan  Bali

Prasasti Loloan 


Prasasti Loloan : 

Prasasti bertulis di Loloan, dikenal sebagai Prasasti Loloan : 


         Prasasti kayu itu tertulis pada tahun 1268 H (1847 M ) bertepatan dengan hari Senin bulan Dzulqa’dah Encik Ya’kub mewakafkan sebidang tanah sawah dan sebuah Mushaf Al-Qur’an.  Prosesi perwakafan ini pun dihadiri oleh Mustika sebagai perbekel (pimpinan masyarakat setingkat Camat), Mahbubah selaku penghulu serta Syarif Abdullah bin Yahya Al-Qadry dan Aba Abdullah Hamna selaku saksi nya. 


Dasar inilah yang dijadikan acuan  "I Wayan Reken" dalam menulis sejarah Loloan, masuknya Islam di Jembrana ini,  Prasasti terukir bertuliskan tanggal : 


1 Zulhijjah 1268 Hijriah / sekitar 175 tahun yang silam.  

Bertepatan Tahun 1846 - 1847 Masehi. 


1847 M : Prasasti Loloan menyebutkan tentang penyerahan sebidang tanah dan sebuah kitab suci Al Quran untuk di gunakan sebagai Masjid dengan disaksikan oleh Syarif Abdullah bin Yahya, Syarif Tue. 


 Prasasti loloan,:  yang bertahun: 1847 Masehi, bertepatan dengan hari senin, 1 Zulhijjah 1268 Hijriah, adalah bukti otentik tentang hal ini.  


    Ketika Prasasti ini dibuat, beliau Syarif Tue ini berusia sekitar  45 tahun, setelah beberapa tahun turun dari kapal nya dan menetap di Loloan ini. 


Sebagian dari Anak Cucu 
Keturunan : 
Syarif Tue Abdullah bin Yahya Alkadri
Panglima Loloan 

Klik Disini  > :

(  Bersambung ke Bagian III  )



----------------------------

Syarif Tue , Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan 


Referensi Utama :

Diantara berbagai sumber adalah : 

1. Berdasarkan Manaqib singkat tulisan Pengeran Bendahara  Syarif Ahmad bin Sultan Abdurrahman, dan dokumentasi Belanda tahun 1827 M, yang menyebutkan tentang nama Ki Sauki atau Syaugi Yusuf, makam nya ditemukan di kepulauan Natuna, wilayah kepulauan Riau, dan hingga hari ini banyak ditemukan  keluarga Al Qadri di Serasan, Terempa, Midai, Letung, Sedanau, Bunguran Besar, Natuna, Ranai, Sarawak, dll.Koleksi keluarga Al Qadri

2. Berdasarkan Data Tua Nomor buku 763 s/ 770  halaman 336, angka tahun : 1857 M Tulisan Pangeran Bendahara Tua, Syarif Ja far bin Sultan Hamid I Alqadri, : Koleksi Pribadi keluarga AlQadri

3. Maktab NanGq 1857  Pangeran Bendahara Tua  Syarif Ja"far Alkadri  Pontianak

-  Klik disini >> : (  Pangeran Bendahara Tua Syarif Ja "far  )

4. Klik > : (   Menjawab Kontroversi  ) 

5. Klik > : (   Syarif Ibrahim bin Abubakar 

6. Klik > : (  Syarif Abubakar di setiap Zaman  ) 

7. Klik > : (  Nasab dan Nasib  Alkadri Pontianak  )

8. Klik > : (  Panglima Laksamana I  Abubakar  )

9. Klik > : (  Syarif Tue dalam satu halaman

10. Klik > :  (  Syarif Yahya dalam satu halaman 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar