DATU BIHA SEI BANAR AMUNTAI
PANGERAN CAKRA SYARIF ABDURRAHMAN SAID BIN SHALEH
By : Maktab NanGq 1857 Pontianak
MANAQIB Singkat
DATO BIHA
Syarif Abdurahman Said Pangeran Cakra bin Saleh Alkadri.
DATO BIHA , Sungai Banar Amuntai
37. Syarif Abdurahman Said bin Saleh Alkadri. DATO BIHA , Sungai Banar Amuntai ,
36. Bin Pangeran Cakra Syarif Shaleh., Lahir Brunei. Wafat Banjar, 35. Bin Sultan Syarif Abdurahman. Pontianak ,34. Bin Sayyid Husein Alkadri Jamalullail , Mempawah , keturunan dari :
36. 765.2. 78.44. Pangeran Cakra Syarif Shaleh., Makam Banjar. istri Fatimah Binti Tamimi Albarakat keturunan salah satu dari keluarga Kesultanan Brunaidarussalam.
35. Bin Sultan Abdurahman Alkadri., ibunda Al - Husnah Binti Abu Bakar Alywali ." Asal Brunaidarussalam " istri Sultan Syarif Abdurahman Bin Sayid Husein Alkadri Jamalullail yang ke 44, anak ke 2 dari 3 bersaudara
Pangeran Cakra Syarif Shaleh, bin Sultan Abdurrahman Alkadri
Lahir : Brunaidarussalam, 13 Rajab 1192 H - 1771 M dan
Wafat : Martapura, 15 Rabiul akhir 1265 H - 1844 M
Dalam Usia : 73 Tahun
Makam : Areal Pemakaman Pangeran Kachil
Pangeran Cakra Syarif Shaleh Bin Sultan Abdurahman Alkadri., memiliki 4 anak laki - laki dan 3 Perempuan Salah Satu Anak laki - laki bernama :
37. 3. 765. 2.78. 44. Pangeran Cakra Syarif Abdurahman Said Alkadri. DATO BIHA , istri Rumainah Binti Muhammad Arsyad Albanjari., Yang menentang Belanda dari Pontianak hingga ke Banjar dan menetap di Sei Banar Amuntai dikenal sebagai DATO BIHA, Borneo Selatan.
Baca
Sejarah Kesultanan Pontianak,
Klik >> : Sultan Abdurrahman Pontianak
Syarif Abdurahman Said Pangeran Cakra bin Saleh Alkadri.
DATO BIHA , Sungai Banar Amuntai
Oral History turun temurun dari keluarga Keturunan DATU BIHA :
Abdurrahman Datuk Kami ini sampai ketanah Banjar bertempur dengan Belanda di sungai Kuin Banjar..
Terus menghindar lagi sampai ke Banua Lima tepatnya nama desa nya Sungai Banar Amuntai :
Beliau memakai banyak gelar dan nama, Mashur nya Datuk Biha.
Nama gelar Anak nya ALI- pun di aliasi nama Tamim.
Dia ceritanya 2 bersaudara.. Satunya ke Pasir. Nama lain Datu Biha, ialah ismail , juga Muhammad Nurdin.., mashur nya Datuk Biha.�� Nama kecil nya adalah : Abdurrahman.
Katanya, anaknya ada 3. Tamim ( Ali ) , Taram, Samam, dan 1 perempuan. :
Abdurrahman Ini getol sekali bermusuhan dengan Belanda.
( Sumber : Syarif Haji Ahmad Saidi Alkadri. Martapura )
Baca
Sultan Pontianak Syarif Kasem
Klik >>: Sultan Kasem II
Syarif Abdurahman Said Pangeran Cakra bin Saleh Alkadri.
DATO BIHA , Sungai Banar Amuntai
DATO BIHA, diperkirakan masuk ke Amuntai sezaman dengan bertahta nya Sultan Usman di Pontianak, sekitar 1819 - 1855 M, Karena ditemukan catatan Belanda, "Van Dhe Cholten " dalam catatan Pangeran Bendahara Syarif Ahmad bin Sultan Abdurrahman dan tersimpan dalam catatan Pangeran Bendahara Tua Syarif Ja"far bin Sultan Hamid,I - Kesultanan Pontianak
Dari dokumen Maktab NanGq 1857
Pangeran Bendahara Tua Syarif Ja'far Bin Sultan Hamid I Alkadri, di salin dari
Dokumen Bendahara Ahmad Bin Sultan Syarif Abdurahman Alkadri
Dalam isi Dokumen tersebut adalah komentar dari Rentenir Belanda, sbb :
Komentar : Van Dhe Cholten salah satu petugas penagih Pajak VOC Batavia yang di tugaskan di Pontianak.,
"Abdurahman Said was Een dissident van het Pontianak Sultanaat en een desident Van het Nederlandse koninkrijk.,terwijl wij bit het Sultannat van Pontianak zijn"
Terwijl wij, Nederlandse en het Sultannat van Pontianak, op alle terreinain samenwerken.,
Hij heeft on feitelijk afgewezen., gabaseerd op de VOC Batavia overeenkoomst ondertekend door Sultanaat Syarif Usman Alkadri., in de overeenkoomst om Pontianak te bauwen bij het bevorderen van het Pontianak om het groter te maken.,
Natuurlijk was het logistch dat de Batavia VOC 50 % van de winsten van het Sultannat zou overnemen.,
Omdat degene die het initiele geld bestesdde de Batavia VOC was dat in Djakarta.,
Het wad dus logishc dat Abdurahman Said bin Pangeran Cakra Syarif Shaleh uit Pontianak werd verdreven.
Translate :
"Abdurahman Said adalah Pembangkang Keluarga Kesultanan Pontianak dan Pembangkang Kerajaan Belanda VOC Batavia yang ada di Pontianak.,"
Sementara kami Belanda dan Kesultanan Pontianak., bekerja sama dalam segala bidang.,
Dia justru menolak kami.,
Atas perjanjian VOC Batavia dengan yang di tanda tangani Sultan Syarif Usman Alkadri., dalam ke sepakatan membangun Pontianak dalam memajukan Kesultanan Pontianak agar lebih besar.,
Tentu wajar jika pihak VOC Batavia mengambil keuntungan 50 % kepada pihak Kesultanan., karena yang mengeluarkan dana awal adalah pihak VOC Batavia. yang ada di Jakarta.,
Maka wajar jika Abdurahman Said Bin Pangeran Cakra Syarif Shaleh di usir dari Pontianak
Baca
Sultan Pontianak Syarif Usman,
Klik >>: Sultan Usman III
Kesultanan Pontianak tahun : 1819, 1822 dan 1823.
Masa pemerintahan Sultan Syarif Usman ( 1819 - 1855 M )
Naiknya Sultan ketiga, Syarif Usman ibni Sultan Abdurrahman Alqadrie pada tahun (1819 – 1855). di tahta Istana Kadriah, VOC Belanda kongsi dagang serakah ini, kembali menyodorkan perjanjian, dan dengan sangat terpaksa , Sultan Usman menanda tangani perjanjian baru pada tahun : 1819, 1822 dan 1823.
Tiga buah perjanjian tersebut di atas yang sangat mengikat dan merugikan fihak kesultanan, rakyat dan dirinya , isinya antara lain adalah bahwa :
1. Fihak Kesultanan tidak lagi memiliki kekuasaan dan penghasilan sepenuhnya tetapi kekuasaan pemerintahan dan penghasilan kesultanan telah dibagi dua dengan Pemerintah Belanda di Batavia. Bahkan, menyusul lagi ketentuan baru, berdasarkan catatan Rahman (2000 )
2. Sultan tidak lagi mendapatkan separuh (50%) dari penghasilan kesultanan sebagaimana ketentuan sebelumnya, tetapi Sultan hanya diberikan tunjangan 42.000 gulden setiap tahun.
Ketentuan ini tidak saja menimbulkan kerugian bagi fihak kesultanan secara material, tetapi juga merupakan penghinaan terhadap dan penghancuran martabat/marwah (dignity) kesultanan yang berdaulat dan memperoleh dukungan dari rakyat.
3. Perjanjian 14 Oktober 1823 : yang menetapkan bahwa kekuasaan pengadilan Belanda diperluas terhadap rakyat pribumi setempat disamping orang-orang Eropah dan Cina (Rahman, 2000:118).
Belanda memperlakukan Sultan dan para pemuka Kesultanan Kadriah sebagai tidak lebih dari para pegawai dan buruh kontrakan yang makan gaji dari Belanda.
Mungkin dipicu perjanjian ini,
Syarif Abdullah bin Yahya, Panglima Loloan, 1802 - 1858 M, keturunan Panglima Laksamana I Abubakar, kemudian angkat senjata, dan mengobarkan perlawanan terang - terangan dan besar - besaran di lautan.
Terbukti ketika memasuki kuala Perancak, sungai Ijo Gading Loloan Jembrana Bali Barat, Beliau menggunakan 4 buah perahu perang bersenjata lengkap.
Begitu pula yang dilakukan Datu Biha, Pangeran Cakra Syarif Abdurrahman Said bin Syarif Shaleh, cucu Sultan Abdurrahman ini, di Pontianak dan Banjar, hingga menetap di Sei Banar Amuntai
Baca
Sultan Hamid I, Pontianak
Klik >>: Sultan Pontianak IV
Menurut komentar
Pangeran Bendahara Syarif Ahmad
bin Sultan Abdurrahman Alkadri.,
Ungkapan pihak Residen Belanda tersebut merupakan desakan kepada Kesultanan untuk mengusir Abdurahman Said., dan bukan atas keinginan pihak Kesultanan., sebab itu Kesultanan tidak bisa di salahkan karena keluarga Kesultanan tidak pernah sedikitpun mengusir keluarga.
Melainkan semua di desain oleh pihak Rentenir Belanda,
Siapa saja yang menantang pihak mereka akan di usir sekalipun harus mengatas namakan pihak Kesultanan sebagai taktik licik yang mereka gunakan, sehingga sekalipun keluarga Kesultanan yang tidak sejalan dengan pihak Belanda harus di singkirkan.,
Sebagaimana di alami juga oleh Pangeran Bendahara Tua Syarif Ja”far bin Sultan Hamid I, Saudara satu ayah dan satu Ibu Sultan Syarif Usman, yang kemudian hijrah ke Mekkah dan menetap di Al Quds hingga wafatnya.
Kembali ke Datu Biha tadi,
Akibat dari tindakan Belanda tersebut dan Abdurahman Said juga bukan karena di usir sebab orang tua beliau, Pangeran Cakra Syarif Shaleh, dari Brunai juga hijrah ke Martapura dan menetap di Martapura.,
Namun Abdurahman Said, ketika disana, tidak menemui orang tuanya melainkan ketika berada di Borneo Selatan "Kalsel" Abdurahman Said melakukan perlawanan kepada Belanda.,
Ini menunjukan rasa bencinya kepada pihak Belanda yang mengatur Kesultanan Pontianak dengan cara menguasai jalur Perdagangan termasuk mengatur urusan Kesultanan yang memang Kerja sama tersebut sudah terjadi di jaman Sultan Syarif Abdurahman Alkadri Hinga ke Sultan Syarif Usman Alkadri ,
Perjanjian - perjanjian dan Kontrak terus merugikan dan menyudutkan pihak Kesultanan Pontianak.,
Tindakan Belanda tersebut menimbulkan kebencian Abdurahman Said kepada pihak Belanda.,sehingga rasa tidak senang kepada Belanda tersebut membuat Abdurahman Said melakukan protes dan perlawanan yang berujung dia di usir Belanda.,
Artinya pihak Kesultanan tidak pernah mengusiir apa lagi membenci.,
Sebab pihak Kesultanan lebih cenderung menahan diri agar tidak terjadi perpecahan yang melebar antara keluarga demikian juga dengan pihak Belanda
Sekalipun dalam setiap Perjanjian - perjanjian dan Kontrak terus di rugikan., sebab Sultan sangat mengerti berapa banyak Kesultanan yang hancur karena melawan Belanda dengan terang - terangan.,
Bahkan dalam pengamatan Beliau, Kesultanan dan Kerajaan yang mampu bertahan rata - rata Kerajaan dan Kesultanan yang mau bekerja sama dengan Belanda.,
Sekalipun banyak hal - hal yang sangat merugikan, akan tetapi sisi baik nya Pembangunan infrastruktur dan jalan - jalan terbuka lebar hingga sampai di Sintang yang sebelumnya hanya merupakan jalan setapak dan Pembangunan ibukota di pusat - pusat Kerajaan dan Kesultanan bisa terhubung
Baca Disini
Syarif Abdullah bin Yahya
Klik >> : Syarif Tue Panglima Loloan
37 @ Syarif Abdurahman Said Pangeran Cakra Alkadri.
DATO BIHA , Sungai Banar Amuntai
36. Bin Pangeran Cakra Syarif Shaleh. 1771 - 1844 M
35. Bin Sultan Abdurahman 1730 - 1808 M
34. Bin Sayid Husein Alkadri Jamalullail Mufthi Mempawah., 1699 - 1763 M
Nama lain yang di pakai Syarif Abdurahman Said Pangeran Cakra Alkadri, adalah : Ismail, Muhammad Nurdin, yang terkenal sebagai Dato Biha. Hal ini dilakukan untuk menghapus jejak agar tidak diketahui Belanda, jati diri siapa beliau sebenarnya.
Syarif Abdurahman Said Bin Pangeran Cakra Syarif Shaleh Bin Sultan Abdurahman Alkadri adalah anak ke 3 dari 7 bersaudara.,
Anak Keturunan Syarif Abdurahman Said bin Saleh alkadri,
DATO BIHA PANGERAN CAKRA ,
Memiliki anak :
38. 1. Syarif Ali Tamim bin Syarif Abdurahman Said Alkadri
38. 2. Syarif Muhammad Tarram bin Syarif Abdurahman Said Alkadri
38. 3. Syarif Ahmad Tammam bin Syarif Abdurahman Said Alkadri
38. 4. Syarifah Atmadewi / Naibah binti Syarif Abdurahman Said Alkadri
38. 1. Syarif Ali Tamim bin Syarif Abdurahman Alkadri . menurunkan :
39. Syarif Muhammad Said bin Syarif Ali Tamim Alkadri , kemudian menurunkan
40. 1. Syarif Abdullah bin Syarif Muhammad Said Alkadri., Amuntai Hulu Sungai Utara Kalsel., ( Jalur Nasab Syarif Haji Ahmad Saidi Alkadri ) Abdullah bersaudara dengan :
40. 2. Syarif Mahmud , bin Syarif Muhammad Said Alkadri, Margasari
40. 3. Syarif Yahya., bin Syarif Muhammad Said Alkadri, Tapus
40. 4. Syarif Ahmad., bin Syarif Muhammad Said Alkadri, Anggah Zikir Tapus
40. 5. Syarif Abdurahman., bin Syarif Muhammad Said Alkadri , Kutai Kartanegara Kaltim
40. 6. Syarifah Jaunah binti Syarif Muhammad Said Alkadri,, Banjarmasin
40. 1. Syarif Abdullah bin Syarif Muhammad Said Alkadri., Amuntai Hulu Sungai Utara Kalsel., ( Jalur Nasab Syarif Haji Ahmad Saidi Alkadri ) menurunkan :
41. Syarif Ahmad Jailani bin Syarif Abdullah Alkadri., menurunkan anak :
42..1. 765.2.78.44. 1680. Syarif Haji Ahmad Saidi Alkadri.,: menikahi Istri : Hajjah Innayah. dan mempunyai keturunan :
Anak Kandung :
43.1.765.2.78.44.1681. Syarif Ahmad Kafi Alkadri
43.2.765.2.78.44.1682. Syarif Muhammad Wafil Ardho Alkadri,
Gelar Yang Wajib Di Gunakan keturunan ini : PANGERAN CAKRA.,
Jika Sudah di nobatkan dan jika belum di nobatkan tidak boleh menggunakan Gelar tersebut., Syarat Penobatan Wajib Memiliki Paspor Nasab dan akan di Nobatkan setelah ada 30 orang Panglima Pangeran, dan harus memenuhi syarat - syarat yang sudah di tentukan sebagaimana Pangeran Panglima yang sudah di Nobatkan
Baca Biografi
Syarif Tue Tsani 39@ Abdullah bin Yahya
Klik >> : Panglima Laksamana I Wierelles VII
37 @ Syarif Abdurahman Said Pangeran Cakra Alkadri.
DATO BIHA , Sungai Banar Amuntai
MANAQIB Singkat
37. Syarif Abdurahman Said bin Saleh Alkadri, DATO BIHA.,
36. Bin Pangeran Cakra Syarif Shaleh., 35. Bin Sultan Syarif Abdurahman. 34. Bin Sayyid Husein Alkadri Jamalullail Tuan Besar Mempawah
Versi Pihak Keluarga dalam Pitutur -
Oral History : dan Penjelasan dari Kesultanan Pontianak
Adalah sbb :
Oral History :
Datu Biha yang bernama asli Abdurahman Said., memutus gelar dan memutus hubungan dengan Kesultanan Pontianak., karena kisruh dengan Kesultanan Pontianak., (Karena Kesultanan Pontianak bekerja sama dengan Belanda)., sehingga Abdurahman Said yang melawan Belanda tidak di akui sebagai Keluarga, --
Penjelasan :
Yang benar adalah :
Beliau memang bergerak menentang dan memerangi Belanda karena benci terhadap perlakuan Belanda kepada Kesultanan Pontianak saat itu, sebagaimana banyak dilakukan kaum kerabat Alkadri lain nya, sejak zaman Sultan Abdurrahman, ( mundurnya Panglima Laksamana I, pada 5 Juli 1779 M. Perlawanan Pangeran Hamid Angke di Batavia ) - Sultan Kasem, relatif aman,
Zaman Sultan Usman, ( pergerakan Syarif Tue Abdullah bin Yahya Panglima Loloan di lautan, perlawanan Datu Biha, dll ) Sultan Hamid I, ( diusirnya Pangeran Bendahara Syarif Ja"far ke Mekkah,, peristiwa Lombok di tenggelamkan nya perahu dagang Kesultanan ) zaman Sultan Yusuf, relatif tenang,
Hingga Sultan Muhammmad ( syahid dibunuh Jepang 1943 - 1945 M ) dan Putra nya Sultan Hamid II, wafat 1978M - yang kemudian memilih cara Diplomasi dan Perundingan hingga tercetus nya Konfrensi Meja Bundar, KMB DenHaag negeri Belanda pada tahun 1949M dimana Penjajah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia tanpa syarat, dalam bentuk Negara RIS, - Republlik Indonesia Serikat.
Beliau juga pencipta lambang negara, Elang Rajawali Garuda Pancasila.
Kembali ke sejarah Abdurrahman Said tadi, :
-- Kemudian Abdurahman Said., keluar dari Pontianak dan memutuskan diri untuk hijrah ke Tanah Banjar untuk bertempur dengan Belanda di Sungai Kuin Banjar.
Karena kekuatan tidak seimbang., Abdurahman Said Alkadri memutuskan untuk menghindar sampai ke Benua Lima di Desa Banar Amuntai (Borneo Tengah) Kalsel dan menetap di Desa Banar Amuntai hingga wafat.,
Untuk menghindar dari kejaran Belanda Abdurahman Said., terpaksa mengganti nama untuk menghilangkan jejak dari kejaran Belanda di antara nama yang di gunakan adalah :
1. Ismail
2. Muhammad Nurdin
3. Dato Biha
Dengan menggunakan Panggilan Dato Biha.,
Beliau tidak di kenal dan tidak terdeteksi oleh Belanda, sehingga nama Dato Biha dikenal di Desa Banar Amuntai Borneo Selatan (Kalsel). Dato Biha kemudian terkenal sebagai sesepuh dan Ulama di Benua Lima Desa Banar Amuntai Borneo Selatan "Kalsel"
Maktlab NanGq 1857
Dewan Pimpinan Pusat Pontianak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar