Cari thema tulisan dan judul artikel disini

Jumat, 13 September 2024

PANGERAN CAKRA SYARIF SHALEH BIN SULTAN ABDURRAHMAN

DATU BIHA  SEI BANAR AMUNTAI 

PANGERAN CAKRA SYARIF ABDURRAHMAN SAID BIN SHALEH 

By :  Maktab NanGq 1857 Pontianak



Makam Datu Biha Sei Banar Amuntai 


MANAQIB Singkat 


DATO BIHA

 Syarif Abdurahman Said Pangeran Cakra bin Saleh Alkadri. 

DATO BIHA , Sungai Banar Amuntai 



37. Syarif Abdurahman Said bin Saleh Alkadri. DATO BIHA , Sungai Banar Amuntai ,


36. Bin Pangeran Cakra Syarif Shaleh., Lahir Brunei. Wafat Banjar,   35. Bin Sultan Syarif Abdurahman. Pontianak ,34. Bin Sayyid Husein Alkadri Jamalullail , Mempawah , keturunan dari :

 

36. 765.2. 78.44. Pangeran Cakra Syarif Shaleh., Makam Banjar.  istri Fatimah Binti Tamimi Albarakat keturunan salah satu dari keluarga Kesultanan Brunaidarussalam.

 

35. Bin Sultan Abdurahman Alkadri., ibunda  Al - Husnah Binti Abu Bakar Alywali ." Asal Brunaidarussalam "  istri Sultan Syarif Abdurahman Bin Sayid Husein Alkadri Jamalullail   yang ke 44, anak ke 2 dari  3 bersaudara

 

Pangeran Cakra Syarif Shaleh, bin Sultan Abdurrahman Alkadri

Lahir : Brunaidarussalam, 13 Rajab 1192 H - 1771 M dan

Wafat : Martapura, 15 Rabiul akhir 1265 H - 1844 M

Dalam Usia : 73 Tahun

Makam : Areal Pemakaman Pangeran Kachil

 

      Pangeran Cakra Syarif Shaleh Bin Sultan Abdurahman Alkadri., memiliki 4 anak laki - laki dan 3 Perempuan  Salah Satu Anak laki - laki bernama :

 

37. 3. 765. 2.78. 44. Pangeran Cakra Syarif Abdurahman Said Alkadri. DATO BIHA , istri Rumainah Binti Muhammad  Arsyad Albanjari., Yang menentang Belanda dari Pontianak hingga ke Banjar dan menetap di Sei Banar Amuntai dikenal sebagai DATO BIHA, Borneo Selatan.


Baca 

 Sejarah  Kesultanan Pontianak, 

Klik >> : Sultan  Abdurrahman Pontianak


42@Syarif Haji Ahmad Saidi Alkadri

Keturunan Datu Biha Muhammad Nurdin, aka : 
Pangeran Cakra Syarif  Abdurrahman Alkadri
bin Pangeran Cakra Syarif Shaleh Alkadri
bin Sultan Abdurrahman Pontianak
bin Sayyid Syarif Husein Alkadri Jamalullail
Tuan Besar Mempawah

Baca disini 
Hikayat Panglima Abubakar III bin Abdullah Jamalulllail


Syarif Abdurahman Said Pangeran Cakra bin Saleh Alkadri. 

DATO BIHA , Sungai Banar Amuntai 


Oral History turun temurun dari keluarga Keturunan DATU BIHA   :


      Abdurrahman Datuk Kami ini sampai ketanah Banjar bertempur dengan Belanda di sungai Kuin Banjar..


   Terus menghindar lagi sampai ke Banua Lima tepatnya nama desa nya Sungai Banar Amuntai :


 Beliau memakai banyak gelar dan nama, Mashur nya Datuk Biha.


  Nama gelar Anak nya ALI- pun di aliasi nama Tamim. 


   Dia ceritanya 2 bersaudara.. Satunya ke Pasir.  Nama lain Datu Biha, ialah ismail , juga Muhammad Nurdin.., mashur nya Datuk Biha.�� Nama kecil nya adalah :  Abdurrahman. 


  Katanya,  anaknya ada 3. Tamim ( Ali ) , Taram, Samam, dan 1 perempuan. :


  Abdurrahman Ini getol sekali bermusuhan dengan Belanda.

  ( Sumber : Syarif Haji Ahmad Saidi Alkadri. Martapura ) 


Baca 

Sultan Pontianak Syarif Kasem

Klik >>: Sultan Kasem II


Makam :

40@ Haji Syarif Abdullah bin 39@ Syarif Muhammad Said
bin 38@Ali Tamim, bin 37@ Abdurrahman Datu Biha
bin  36@ Pangeran Cakra Syarif Shaleh
bin 35@Sultan Abdurrahman Pontianak
bin  
34@Sayyid Syarif Husein Tuan Besar Mempawah
Alkadri - Jamalullail 



 Syarif Abdurahman Said Pangeran Cakra bin Saleh Alkadri. 

DATO BIHA , Sungai Banar Amuntai 



Mari kita lihat catatan di Kesultanan Pontianak tahun : 1819 - 1855 M 


    DATO BIHA, diperkirakan masuk ke Amuntai sezaman dengan bertahta nya Sultan Usman di Pontianak, sekitar 1819 - 1855 M, Karena ditemukan catatan Belanda, "Van Dhe Cholten " dalam catatan Pangeran Bendahara Syarif Ahmad bin Sultan Abdurrahman dan tersimpan dalam catatan Pangeran Bendahara Tua Syarif  Ja"far bin  Sultan Hamid,I - Kesultanan Pontianak


Dari dokumen Maktab NanGq 1857

 

Pangeran Bendahara Tua Syarif Ja'far Bin Sultan Hamid I Alkadri, di salin dari 

Dokumen Bendahara Ahmad Bin Sultan Syarif Abdurahman Alkadri

 

Dalam isi Dokumen tersebut adalah komentar dari Rentenir Belanda, sbb : 

Komentar :  Van Dhe Cholten salah satu petugas penagih Pajak VOC Batavia yang di tugaskan di Pontianak.,

 

"Abdurahman Said was Een dissident van het Pontianak Sultanaat en een desident Van het Nederlandse koninkrijk.,terwijl wij bit het Sultannat van Pontianak zijn"

 

Terwijl wij, Nederlandse en het Sultannat van Pontianak, op alle terreinain samenwerken.,

 

Hij heeft on feitelijk afgewezen., gabaseerd op de VOC Batavia overeenkoomst ondertekend door Sultanaat Syarif Usman Alkadri., in de overeenkoomst om Pontianak te bauwen bij het bevorderen van het Pontianak om het groter te maken.,


 Natuurlijk was het logistch dat de Batavia VOC 50 % van de winsten van het Sultannat zou overnemen., 

Omdat degene die het initiele geld bestesdde de Batavia VOC was dat in Djakarta., 

Het wad dus logishc dat Abdurahman Said bin Pangeran Cakra Syarif Shaleh uit Pontianak werd verdreven.

 

Translate :


     "Abdurahman Said adalah Pembangkang Keluarga Kesultanan Pontianak dan Pembangkang Kerajaan Belanda VOC Batavia yang ada di Pontianak.,"


        Sementara kami Belanda dan Kesultanan Pontianak., bekerja sama dalam segala bidang.,

Dia justru menolak kami., 

    Atas perjanjian VOC Batavia dengan yang di tanda tangani Sultan Syarif Usman Alkadri., dalam ke sepakatan membangun Pontianak dalam memajukan Kesultanan Pontianak agar lebih besar., 


    Tentu wajar jika pihak VOC Batavia mengambil keuntungan 50 % kepada pihak Kesultanan.,  karena yang mengeluarkan dana awal adalah pihak VOC Batavia. yang ada di Jakarta., 


      Maka wajar jika Abdurahman Said Bin Pangeran Cakra Syarif Shaleh di usir dari Pontianak


Baca 

Sultan Pontianak Syarif Usman, 

Klik >>:  Sultan  Usman III


Datu Biha 


Kesultanan Pontianak tahun : 1819, 1822 dan 1823.

Masa pemerintahan Sultan Syarif Usman ( 1819 - 1855 M ) 

 

    Naiknya Sultan ketiga, Syarif Usman ibni Sultan Abdurrahman Alqadrie pada tahun (1819 – 1855). di tahta Istana Kadriah, VOC Belanda kongsi dagang serakah ini, kembali menyodorkan perjanjian, dan  dengan sangat terpaksa , Sultan Usman menanda tangani perjanjian baru pada tahun : 1819, 1822 dan 1823.


    Tiga buah perjanjian tersebut di atas yang sangat mengikat dan merugikan fihak kesultanan, rakyat dan dirinya , isinya antara lain adalah bahwa :


1. Fihak Kesultanan tidak lagi memiliki kekuasaan dan penghasilan sepenuhnya tetapi kekuasaan pemerintahan dan penghasilan kesultanan telah dibagi dua dengan Pemerintah Belanda di Batavia. Bahkan, menyusul lagi ketentuan baru, berdasarkan catatan Rahman (2000 ) 


2. Sultan tidak lagi mendapatkan separuh (50%) dari penghasilan kesultanan sebagaimana ketentuan sebelumnya, tetapi Sultan hanya diberikan tunjangan 42.000 gulden setiap tahun. 

Ketentuan ini tidak saja menimbulkan kerugian bagi fihak kesultanan secara material, tetapi juga merupakan penghinaan terhadap dan penghancuran martabat/marwah (dignity) kesultanan yang berdaulat dan memperoleh dukungan dari rakyat.

 

3. Perjanjian 14 Oktober 1823 : yang menetapkan bahwa kekuasaan pengadilan Belanda diperluas terhadap rakyat pribumi setempat disamping orang-orang Eropah dan Cina (Rahman, 2000:118).


      Belanda memperlakukan Sultan dan para pemuka Kesultanan Kadriah sebagai tidak lebih dari para pegawai dan buruh kontrakan yang makan gaji dari Belanda.


    Mungkin dipicu perjanjian ini,


     Syarif Abdullah bin Yahya, Panglima Loloan, 1802 - 1858 M, keturunan Panglima Laksamana I Abubakar, kemudian angkat senjata, dan mengobarkan perlawanan terang - terangan dan besar -  besaran di lautan. 


Terbukti ketika memasuki kuala Perancak, sungai Ijo Gading Loloan Jembrana Bali Barat,  Beliau menggunakan 4 buah perahu perang bersenjata lengkap.


       Begitu  pula yang dilakukan Datu Biha, Pangeran Cakra Syarif Abdurrahman Said bin Syarif Shaleh, cucu Sultan Abdurrahman ini, di Pontianak dan Banjar, hingga menetap di Sei Banar Amuntai


 Baca 

Sultan Hamid I, Pontianak 

Klik >>: Sultan Pontianak IV


40@ Syarif Abdullah bin 39@ Syarif Muhammad Said
bin 38@Ali Tamim, bin 37@Abdurrahman Datu Biha
bin  36@ Pangeran Cakra Syarif Shaleh
bin 35@Sultan Abdurrahman Pontianak
bin  
34@Sayyid Syarif Husein Tuan Besar Mempawah
Alkadri - Jamalullail 



Menurut komentar 

Pangeran Bendahara Syarif Ahmad 

bin Sultan Abdurrahman Alkadri.,


   Ungkapan pihak Residen Belanda tersebut merupakan desakan kepada Kesultanan untuk mengusir Abdurahman Said., dan bukan atas keinginan pihak Kesultanan., sebab itu Kesultanan tidak bisa di salahkan karena keluarga Kesultanan tidak pernah sedikitpun mengusir keluarga.


Melainkan semua di desain oleh pihak Rentenir Belanda,


     Siapa saja yang menantang pihak mereka akan di usir sekalipun harus mengatas namakan pihak Kesultanan sebagai taktik licik yang mereka gunakan, sehingga sekalipun keluarga Kesultanan yang tidak sejalan dengan pihak Belanda harus di singkirkan.,  


Sebagaimana di alami juga oleh Pangeran  Bendahara Tua Syarif Ja”far bin Sultan Hamid I,  Saudara satu ayah dan satu Ibu Sultan Syarif Usman, yang  kemudian hijrah ke Mekkah dan menetap di Al Quds hingga wafatnya.

 

Kembali ke Datu Biha tadi,   


     Akibat dari tindakan Belanda tersebut dan Abdurahman Said juga bukan karena  di usir sebab orang tua beliau, Pangeran Cakra Syarif Shaleh,  dari Brunai juga hijrah ke Martapura dan menetap di Martapura.,


    Namun Abdurahman Said, ketika disana, tidak menemui orang tuanya melainkan ketika berada di Borneo Selatan "Kalsel" Abdurahman Said melakukan perlawanan kepada Belanda.,


   Ini menunjukan rasa bencinya kepada pihak Belanda yang mengatur Kesultanan Pontianak dengan cara menguasai jalur Perdagangan termasuk mengatur urusan Kesultanan yang memang Kerja sama tersebut sudah terjadi di jaman Sultan Syarif Abdurahman Alkadri Hinga ke Sultan Syarif Usman Alkadri ,


Perjanjian - perjanjian dan Kontrak terus merugikan dan menyudutkan pihak Kesultanan Pontianak.,


    Tindakan Belanda tersebut menimbulkan kebencian Abdurahman Said kepada pihak Belanda.,sehingga rasa tidak senang kepada Belanda tersebut membuat Abdurahman Said melakukan protes dan perlawanan yang berujung dia di usir Belanda.,


Artinya pihak Kesultanan tidak pernah mengusiir apa lagi membenci.,


    Sebab pihak Kesultanan lebih cenderung menahan diri agar tidak terjadi perpecahan yang melebar antara keluarga demikian juga dengan pihak Belanda


 Sekalipun dalam setiap Perjanjian - perjanjian dan Kontrak terus di rugikan., sebab Sultan sangat mengerti berapa banyak Kesultanan yang hancur karena melawan Belanda dengan terang - terangan.,


Bahkan dalam pengamatan Beliau,  Kesultanan dan Kerajaan yang mampu bertahan rata - rata Kerajaan dan Kesultanan yang mau bekerja sama dengan Belanda., 


    Sekalipun banyak hal - hal yang sangat merugikan, akan  tetapi sisi baik nya Pembangunan infrastruktur dan jalan - jalan terbuka lebar hingga sampai di Sintang yang sebelumnya hanya merupakan jalan setapak dan Pembangunan ibukota di pusat - pusat Kerajaan dan Kesultanan bisa terhubung

 

 

  Baca  Disini  

Syarif Abdullah bin Yahya

Klik >> : Syarif Tue  Panglima Loloan 


37@ Keturunan Datu Biha Pangeran Cakra 
42@Syarif Haji Ahmad Saidi Alkadri



 37 @ Syarif Abdurahman Said Pangeran Cakra Alkadri. 

DATO BIHA , Sungai Banar Amuntai 

36. Bin Pangeran Cakra Syarif Shaleh. 1771 - 1844 M

 35. Bin Sultan Abdurahman  1730 - 1808 M

34. Bin Sayid Husein Alkadri Jamalullail Mufthi Mempawah., 1699 - 1763 M


    Nama lain yang di pakai Syarif Abdurahman Said Pangeran Cakra Alkadri, adalah  :  Ismail, Muhammad Nurdin, yang terkenal sebagai Dato Biha. Hal ini dilakukan untuk menghapus jejak agar tidak diketahui Belanda, jati diri siapa beliau sebenarnya. 


   Syarif Abdurahman Said Bin Pangeran Cakra Syarif Shaleh Bin Sultan Abdurahman Alkadri adalah anak ke 3 dari 7 bersaudara.,

 

Anak Keturunan Syarif Abdurahman Said  bin Saleh alkadri,  

DATO BIHA PANGERAN CAKRA ,

 Memiliki anak :

38.  1. Syarif Ali  Tamim  bin Syarif Abdurahman Said Alkadri 

38. 2. Syarif Muhammad Tarram bin Syarif Abdurahman Said  Alkadri  

38. 3. Syarif Ahmad Tammam  bin Syarif Abdurahman Said  Alkadri 

38. 4. Syarifah Atmadewi / Naibah binti  Syarif Abdurahman Said  Alkadri 

 


38.  1. Syarif Ali  Tamim  bin Syarif Abdurahman Alkadri . menurunkan :


39. Syarif  Muhammad Said bin Syarif Ali Tamim Alkadri , kemudian menurunkan 

 

40.  1. Syarif Abdullah bin Syarif Muhammad Said Alkadri., Amuntai Hulu Sungai Utara Kalsel., ( Jalur Nasab  Syarif Haji Ahmad Saidi Alkadri ) Abdullah  bersaudara dengan :

40.   2.  Syarif Mahmud , bin  Syarif Muhammad Said Alkadri,  Margasari

40.   3. Syarif Yahya., bin Syarif Muhammad Said Alkadri,  Tapus

40.   4.  Syarif Ahmad., bin Syarif Muhammad Said Alkadri,  Anggah Zikir Tapus

40.  5. Syarif Abdurahman., bin Syarif Muhammad Said Alkadri ,  Kutai Kartanegara Kaltim

40.   6.  Syarifah Jaunah  binti Syarif Muhammad Said Alkadri,,  Banjarmasin

 


40. 1. Syarif Abdullah bin Syarif Muhammad Said Alkadri., Amuntai Hulu Sungai Utara  Kalsel., ( Jalur Nasab  Syarif Haji Ahmad Saidi Alkadri ) menurunkan :

 

41. Syarif Ahmad Jailani bin Syarif Abdullah Alkadri., menurunkan anak :

 

42..1. 765.2.78.44. 1680. Syarif Haji Ahmad Saidi Alkadri.,:  menikahi Istri : Hajjah Innayah. dan mempunyai keturunan :  

Anak Kandung :

43.1.765.2.78.44.1681. Syarif Ahmad Kafi Alkadri

43.2.765.2.78.44.1682. Syarif Muhammad Wafil  Ardho Alkadri, 


Gelar Yang Wajib Di Gunakan keturunan ini  : PANGERAN CAKRA.,


   Jika Sudah di nobatkan dan jika belum di nobatkan tidak boleh menggunakan Gelar tersebut., Syarat Penobatan Wajib Memiliki Paspor Nasab dan akan di Nobatkan setelah ada 30 orang Panglima Pangeran, dan harus memenuhi     syarat - syarat yang sudah di tentukan sebagaimana Pangeran Panglima yang sudah di Nobatkan

 

Baca Biografi 

Syarif Tue Tsani 39@ Abdullah bin  Yahya 

Klik >> : Panglima Laksamana I Wierelles VII


Klik >>: Sultan Muhammad VI

Bertahta selama 49 tahun.  
Allahyarham 
39@ DYMM Sultan Syarif  Muhammad Alkadri
Sultan Pontianak ke VI -  ( 1895 – 1944 M  ) 
38@Ibni  Allahyarham Sultan Yusuf,  37@Ibni  Allahyarham Sultan Hamid I
36@Ibni Allahyarham Sultan  Osman,  35@bin Allahyarham Sultan Abdurrahman 
Bin Allahyarham  34@As Sayyid Syarif Husein Alkadri Jamalullail Mempawah




37 @ Syarif Abdurahman Said Pangeran Cakra Alkadri. 

DATO BIHA , Sungai Banar Amuntai 


MANAQIB Singkat

 

37. Syarif Abdurahman Said  bin Saleh Alkadri,  DATO BIHA.,

36. Bin Pangeran Cakra Syarif Shaleh., 35. Bin Sultan Syarif Abdurahman.  34. Bin Sayyid Husein Alkadri Jamalullail Tuan Besar Mempawah 

 


Versi Pihak Keluarga dalam Pitutur -  

Oral History : dan Penjelasan dari Kesultanan Pontianak

 

Adalah sbb :

 

Oral History : 

    Datu Biha yang bernama asli Abdurahman Said., memutus gelar dan memutus hubungan dengan Kesultanan Pontianak., karena kisruh dengan Kesultanan Pontianak., (Karena Kesultanan Pontianak bekerja sama dengan Belanda)., sehingga Abdurahman Said yang melawan Belanda tidak di akui sebagai Keluarga,  --


Penjelasan : 

  Yang benar  adalah : 

  Beliau memang bergerak menentang dan memerangi Belanda karena  benci terhadap perlakuan Belanda kepada Kesultanan Pontianak saat itu,  sebagaimana banyak dilakukan kaum kerabat Alkadri lain nya, sejak zaman Sultan Abdurrahman, ( mundurnya Panglima Laksamana I,  pada  5 Juli 1779 M. Perlawanan Pangeran Hamid Angke di Batavia ) -  Sultan Kasem, relatif aman, 


   Zaman Sultan Usman, ( pergerakan Syarif Tue Abdullah bin Yahya Panglima Loloan di lautan, perlawanan Datu Biha, dll )  Sultan Hamid I, ( diusirnya Pangeran Bendahara Syarif Ja"far ke Mekkah,, peristiwa Lombok di tenggelamkan nya perahu dagang Kesultanan ) zaman Sultan Yusuf, relatif tenang, 

  

   Hingga Sultan Muhammmad ( syahid dibunuh Jepang 1943 - 1945 M ) dan Putra nya Sultan Hamid II, wafat 1978M - yang kemudian memilih cara Diplomasi dan Perundingan hingga tercetus nya Konfrensi Meja Bundar, KMB DenHaag negeri Belanda pada tahun 1949M dimana Penjajah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia tanpa syarat, dalam bentuk Negara RIS, - Republlik Indonesia Serikat. 

Beliau juga pencipta lambang negara, Elang Rajawali Garuda Pancasila.  


Kembali ke sejarah Abdurrahman Said tadi, :  


   --  Kemudian Abdurahman Said., keluar dari Pontianak dan memutuskan diri untuk hijrah ke Tanah Banjar untuk bertempur dengan Belanda di Sungai Kuin Banjar.

 

     Karena kekuatan tidak seimbang., Abdurahman Said Alkadri memutuskan untuk menghindar sampai ke Benua Lima di Desa Banar Amuntai (Borneo Tengah) Kalsel dan menetap di Desa Banar Amuntai hingga wafat.,

 

    Untuk menghindar dari kejaran Belanda Abdurahman Said., terpaksa mengganti nama untuk menghilangkan jejak dari kejaran Belanda di antara nama yang di gunakan adalah :

1. Ismail

2. Muhammad Nurdin

3. Dato Biha


     Dengan menggunakan Panggilan Dato Biha., 


     Beliau tidak di kenal dan tidak terdeteksi oleh Belanda, sehingga nama Dato Biha dikenal di Desa Banar Amuntai Borneo Selatan (Kalsel).  Dato Biha kemudian terkenal sebagai sesepuh dan Ulama di Benua Lima Desa Banar Amuntai Borneo Selatan "Kalsel"

 

 

Maktlab NanGq 1857

Dewan Pimpinan Pusat Pontianak 

 

Selasa, 10 September 2024

SYARIF TUE ABDULLAH BIN YAHYA PANGLIMA LOLOAN


Syarif Tue, Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan 

MANAQIB 

By: Maktab NanGq 1857 Pontianak



Keturunan dan Kaum Kerabat
Syarif Tue
 Abdullah bin Yahya Panglima Loloan



Syarif Tue , Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan 


Kelahiran, Keturunan, dan Asal  - usul : 


38@  Syarif Tue, Abdullah bin Yahya Panglima Loloan, 

37@ Ayah  : Sayyid Syarif Yahya Maulana Alkadri,  

Lahir  : Segeram Pulau Tujuh Natuna,  13 Jumadil Akhir 1223 H - 1802 M

Wafat : Jembrana Loloan Bali,  Jumat 28 Rajab 1279 H - 1858 M

Istri    :  Syarifah Fatimah dipanggil si Punce ( Puan Encik )

Anak : 5 Orang. Putra 3, Putri 2

Makam : Komplek Masjid Baitul Qadim Loloan Jembrana Bali


Anak Keturunan Pertama  : 


39@ 1.Syarif  Usman  bin  Abdullah,  bin  Yahya  Maulana  Al Kadry (laki-laki), 

39@ 2. Syarif Muhammad bin Abdullah,  bin Yahya Maulana  Al Kadry  (laki-laki), 

39@ 3. Syarif Husin  / atau, Hasan ? bin Abdullah, bin Yahya Maulana  AlKadry 

39@ 4. Syarifah Zainah binti  Abdullah,  bin Yahya.  Dipanggil : Bu Ami Agil 

39@ 5. Syarifah Kalsum binti Abdullah, bin Yahya.  Mungkin karena anak bungsu dipanggil, Syarifah Encu ( perempuan ).  Encu, atau Ucu, adalah panggilan anak bungsu di Pontianak, pengaruh Bugis.


 Leluhur  dan  Kerabat asal : 


@37. Sayyid Syarif Yahya Maulana Alkadri,  Bin  Sayyid Yusuf . 

          Keturunan  Yahya  Maulana  Al Kadry , : 

38@1. Sayyid Syarif Abdullah bin Yahya Maulana  Al Kadry ( Bali )  Syarif Tue

38@2. Sayyid Syarif Abdul Latif  bin Yahya Maulana  Al Kadry ( Pontianak )

38@3. Sayyid Syarif Abdul Rozak  bin Yahya Maulana  Al Kadry ( Pontianak ) 

38@4. Sayyid Syarif Muhammad Thohir bin Yahya Maulana Al Kadry ( Pontianak ) Kembaran Muhammad Sholeh 

38@5. Sayyid Syarif Muhammad Sholeh bin Yahya Maulana Al Kadry ( Pontianak ) Kembaran Muhammad Thohir

38@6. Sayyid Syarif  Sulaiman bin Yahya Maulana  Al Kadry ( masih dicari ) Mengubah nama menjadi : Wan Taipong 


@37.  Sayyid Syarif Yahya Maulana Alkadri, 

@36. Bin Sayyid Syarif Yusuf 'Ki Sauki Yusuf" ulama besar abad ke 18 Pulau Tujuh, makam di Segeram Natuna, Lahir Sabamban 1776 M - Wafat Segeram Pulau Tujuh 1867 M. Usia 91 tahun. Nama Ibu, Syarifah Aminah binti Sayyid Abdullah Alidros, asal Trengganu. Anak  kedua, dari 6 bersaudara lelaki. Lahir setelah 3 tahun dari kelahiran  "Sayyid Syarif Ibrahim Panglima Hitam Paku Alam Segeram", Pada 1773 M di Sabamban Borneo Selatan   


@35. Bin Sayyid Syarif Abubakar Panglima Laksamana I, Pertama - Kesultanan Pontianak, Lahir 1735. Wafat 1814. Usia 79 tahun. Makam Pontianak . Istri 11. Anak 32. Syarifah Aminah Alidros merupakan istri kedua beliau, menurunkan 6 Putra.  Salah satunya bernama Yusuf  dari  31 anak lainnya, Putra dan Putri.   


@34. bin Al Alamah Al Alimu Mufthi 2 Kerajaan, Matan dan Mempawah,: As Sayyid Syarif Husein Tuan Besar Mempawah Alkadri Jamalullail . Dari  istri Nyai Tengah, Utien Krinci Srikandi binti Sultan Maazidin Matan. Istri  kedua dari Matan. Dinikahi setelah wafatnya Nyai Tua , Utien Kabanat, Utien Chendramidi I, setelah melahirkan Syarifah Khadijah anak terakhir beliau. Kedua istri  ini di makam kan di Mempawah bersebelahan suaminya.

  As Sayyid Syarif Husein Alkadri Jamalullail, Makam Sejegi Kampung Pedalaman. Mempawah. Kalimantan Barat.  Anak  bungsu Sayyid Ahmad bin Sayyid Husein. No.5, dari lima saudara. Lahir di Trim Ar Ridha Yaman pada 17 Muharram 1120 H - 1699 M,  dan wafat di usia 63 -64 tahun, Pada :  Rabu 2 Zulhijjah 1184 H - 19 Maret 1763 M.

     Menikahi 12 wanita, dan mempunyai keturunan 42 anak 

 

=========


Acara Penobatan Sultan Pontianak ke IX 
Pada 15 Juli 2017 M



Syarif Tue , Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan 


 Masa  hidup yang se zaman 


1. Sultan Pontianak dan Jembrana

    Yang hidup se zaman dengan Syarif Tue


     Syarif Tue,  lahir tahun 1802 di Segeram Pulau Tujuh Natuna, di zaman akhir Sultan Abdurrahman berkuasa, atau permulaan kekuasaan Sultan Kasim, 1808 – 1819,M, serta menginjak dewasa dimasa kekuasaan  Sultan Oesman,1819 – 1855;M.


Syarif Abdullah bin Yahya, Lahir tahun 1802 M, atau 6 tahun sebelum wafatnya Sultan Abdurrahman di  Pontianak. Dimasa Sultan Kasim bertahta hingga turun tahta pada tahun 1819 M, - saat itu beliau, baru berusia sekitar 17 tahun,-  


Zaman Rentang masa kekuasaan Sultan Oesman, : 


    Sultan Usman bertahta cukup panjang, (  1819-1855 M)  sekitar 36 tahun : Sultan Usman, Lahir; 1777, dinobatkan sebagai putra Mahkota, Pangeran Ratu pada tahun 1788.  Naik Tahta di usia 31 tahun, setelah wafat saudara  nya, Sultan Kasem  pada : 25 februari 1819.  


   Inilah yang lebih tepat dianggap sezaman dengan masa Syarif Abdullah bin Yahya mengelana di lautan, beliau ber usia 17 tahun ( 1802 - 1819 ) - memasuki usia dewasa , ketika Sultan Usman naik Tahta,  


Syarif Tue, lahir di Pulau Tujuh, Natuna sekarang, kemudian menjelajahi negeri - negeri Melayu bagian Barat Pulau Kalimantan, ke Trengganu, Kedah, Kelantan, Pahang, Negeri Sembilan, Melaka, dan Temasek ( Singapore sekarang ) serta negeri lainnya di tanah Melayu dan Nusantara ini. 


   Karena banyak merugikan kepentingan penjajah, dan dianggap saingan dagang barangkali, atau memang terjadi perlawanan  kepada Belanda saat itu, khususnya di lautan, maka dalam pelayarannya nya ke arah timur, beliau kemudian masuk ke Kuala Perancak, guna menghindar  dari kejaran armada laut VOC zaman itu. 


Klarifikasi 
Jalur Nasab Syarif Tue  Abdullah bin Yahya Alkadri
Dihadapan :
Ustazd Thaufik Assegaf Ketua  Rabithah, dan,
Ustazd Sehon Assegaf Maktab Daimi


Syarif Tue , Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan 

Saat mendarat di Loloan , beliau, diperkirakan berusia antara : 25 - 40  tahun.


      Hal ini disimpulkan berdasarkan keadaan di  Jembrana, masa itu yang bertahta di Jembrana adalah  Gusti Putu Seloka,  berkuasa,: (1809–1835 M )


Gusti Putu Seloka, atau, Anak Agung Putu Seloka,  berkuasa,(1809–1835 M) [anak Gusti Putu Andul] Raja ketiga dari Dynasti Mengwi  


     Sezaman dengan masa pemerintahan Sultan Osman Pontianak, (1819 – 1855), yang juga raja ketiga dari Kesultanan Pontianak. 


Perhatikan narasi sejarawan ini : 


       Dengan menggunakan 4 armada kapal perang,* dan banyak pengikut nya, di usia perkiraan antara  25 tahun sampai  40 tahun. Syarif Abdullah bin Yahya, masuk ke Kuala Perancak, menyusuri sungai Ijo Gading, yang ber kelok - kelok. Kelo-  an, kelo - an, : lambat laun menjadi : Lolo "an, Loloan. (*I  Wayan Reken )


Beliau, Syarif Abdullah bin Yahya ini, 


      Ketika di Jembrana Bali,  hidup se zaman dengan : 

      Gusti Putu Seloka, Gusti Ngurah Made Pasekan ( wali negara c. 1840-1849), dan Gusti Putu Ngurah Sloka (1849–1855; wafat 1876) [anak Gusti Putu Sloka] yang terlibat peperangan dengan Syarif Tue,, Gusti Alit Mas (wali negara c. 1835-1840),   : Gusti Putu Dorok (wali negara c. 1835-1840) [cicit Gusti Ngurah Batu]*,


      Mengenai pendapat bahwa gerakan perlawanan Syarif Abdullah bin Yahya, karena dipicu ketidak setujuannya sehubungan  dengan perjanjian antara kesultanan dengan pihak, VOC Belanda,* patut diketahui, bahwa ketika Sultan Usman naik tahta, Belanda VOC memang kembali menyodorkan perjanjian baru yang isinya sangat merugikan kesultanan Pontianak. ( *I Wayan Reken )


 

Syed  Zainal Abidin  Alkadri
Lahir 1917 M - Wafat 2014 M
Usia : 97 tahun. Makam Peniraman 

Bin Abdul Latif , Bin Yahya , Bin Yusuf 
Bin Sayyid Abubakar I Panglima Laksamana
Bin Sayyid Husein Tuan Besar Mempawah 
Kaum Kerabat Syarif Tue Panglima Loloan 



Syarif Tue , Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan 


2. Perlawanan terhadap Penjajah VOC : 

     Zaman Sultan Usman 1819 – 1855


    Naiknya Sultan ketiga, Syarif Usman ibni Sultan Abdurrahman Alqadrie pada tahun (1819 – 1855). di tahta Istana Kadriah, VOC Belanda kongsi dagang serakah ini, kembali menyodorkan perjanjian, dan  dengan sangat terpaksa , Sultan Usman menanda tangani perjanjian baru pada tahun : 1819, 1822 dan 1823.


Tiga buah perjanjian tersebut di atas yang sangat mengikat dan merugikan fihak kesultanan, rakyat dan dirinya , isinya antara lain adalah bahwa :


1. Fihak kesultanan tidak lagi memiliki kekuasaan dan penghasilan sepenuhnya tetapi kekuasaan pemerintahan dan penghasilan kesultanan telah dibagi dua dengan Pemerintah Belanda di Batavia. Bahkan, menyusul lagi ketentuan baru, berdasarkan catatan Rahman (2000


2. Sultan tidak lagi mendapatkan separuh (50%) dari penghasilan kesultanan sebagaimana ketentuan sebelumnya, tetapi Sultan hanya diberikan tunjangan 42.000 gulden setiap tahun. Ketentuan ini tidak saja menimbulkan kerugian bagi fihak kesultanan secara material, tetapi juga merupakan penghinaan terhadap dan penghancuran martabat/marwah (dignity) kesultanan yang berdaulat dan memperoleh dukungan dari rakyat.


3. Perjanjian 14 Oktober 1823 : yang menetapkan bahwa kekuasaan pengadilan Belanda diperluas terhadap rakyat pribumi setempat disamping orang-orang Eropah dan Cina (Rahman, 2000:118).


      Belanda memperlakukan sultan dan para pemuka Kesultanan Kadriah sebagai tidak lebih dari para pegawai dan buruh kontrakan yang makan gaji dari Belanda.


    Mungkin dipicu perjanjian ini, 

 Syarif Abdullah bin Yahya, yang memang keturunan Panglima Laksamana I Abubakar ini, kemudian angkat senjata, dan mengobarkan perlawanan terang - terangan dan besar -  besaran. Terbukti ketika memasuki kuala Perancak, beliau menggunakan 4 buah perahu perang bersenjata lengkap. 


Situs Makam Syarif Tue, Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan
bin Yusuf  bin Abubakar I, bin  Sayyid Husein Al Kadri
Loloan Jembrana Bali


Syarif Tue , Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan 


3. Syarif Abdullah bin Yahya , 

    Mendarat di Loloan Bali, sekitar tahun 1825 - 1835 M


Setelah abad ke-18,**Perhatikan:  


        Disusul pula oleh orang-orang dari Kalimantan Barat (Pontianak). Di Kalimantan Barat terdapat koloni atau perkampungan orang-orang Bugis yang berasal dari Sulawesi Selatan. (  **I Wayan Reken : Buda ,1990: 49-51 ) 


     Di Air Kuning mereka bertemu dengan orang Bugis yang dipimpin oleh Haji Shihabuddin yang telah lebih dahulu menetap di sana. 


Atas bantuan pemuka orang Bugis di Air Kuning Syarif Abdullah dan anak buahnya diantar menghadap kepada Raja Jembrana dan akhirnya mereka diijinkan mendiami daerah di sebelah kiri dan kanan Sungai ijogading. 


Atas bantuan pemuka orang Bugis ini pula, 


     Syarif Abdullah bersama rombongannya diantar menghadap kepada Raja Jembrana : Anak Agung Putu Seloka (Raja ketiga yang memerintah dari tahun 1795-1842, sebagian mencatat : Gusti Putu Sloka (1809–1835) [anak Gusti Putu Andul] dari Dynasti Mengwi.


Tempat pemukiman mereka ini kemudian diberi nama Loloan yang terletak di sebelah utara Bandar Pancoran (Buda, 1990: 49-51).


   Kedudukan orang-orang asing yang beragama Islam bertambah kuat dengan kedatangan Encik Yaqub, orang Melayu dari Trengganu mewakaf kan sebuah Al Qur’an dan sebidang tanah sawah di Merta Sari untuk pembiayaan dan pemeliharaan Mesjid Loloan. 


     Pewakafan ini terjadi pada masa Pak Mahbubah menjadi penghulu, Pak Mustika sebagai Pembekel, disaksikan oleh Syarif Abdullah bin Yahya Al Qodry dan khatif ( dikenal sebagai Moyang Khatif ) adalah Aba Abdullah Hamna


       Tanah wakaf di Mertasari adalah seluas 0,45 ha, selain itu terdapat juga di Desa sembati seluas 0,90 ha, di Subak Tugtug seluas 1,05 ha, di Subak Cupel 1,25 ha, dan 1,50 ha terletak di Desa Sang Jangkrik (Buda, 1990: 51-52).


Dua Saudara Cucu Syarif Tue
Abdullah bin Yahya Panglima Loloan 
Haji Syarif Yasin & Syarif Usman Alkadri


Syarif Tue , Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan 

 4. Perang di Jembrana Bali : 

     Syarif Tue, Vs , Raja Anak Agung Putu Ngurah



4.1. Asal mula nama : Jembrana  dan Pembangunan kota Negare


Pada tahun 1800 - 1803 : 

Pembangunan kota Negare oleh Raja Anak Agung Putu Seloka.


      Selesailah sudah pembangunan kota Negara  pada tahun 1803 itu. Perhatikan: Kota Pontianak selesai dibangun pada tahun 1778 dan Sultan Abdurrahman kemudian dinobatkan. Ada selisih waktu  25 tahun, antara Kota Negare dengan Kota Pontianak. Sementara Syarif Tue, nantinya mendarat di Bali, pada masa akhir kekuasaan Putu Seloka


       Pembangunan yang diperkirakan dimulai tahun 1800 zaman Raja Anak Agung Putu Seloka berlangsung selama 3 tahun ini akhirnya rampung.  Negare di jadikan ibu kota pemerintahan. 


Raja Anak Agung Putu Seloka mempunyai dua orang putra, yaitu:

       1. Putra yang sulung bernama : >  

           Anak Agung Putu Ngurah menempati Puri Agung di Negara,


       2. Putranya yang ke dua bernama> 

            Anak Agung Putu Raka menempati Puri Gde Jembrana  : 

      (Reken, tanpa tahun: 11-12., dan Damanhuri, 1993: 13-14)



    Dikisahkan dalam Babad Dinasty Ki Ageng Malele Cengkrong ( Pedoman Sejarah Keluarga Pancoran) asal mula Jembrana.


     Sejarah nama Jembrana yang dapat ditelusuri, hingga hari ini, berasal  hikayat Dari  nama Kuda Putih : Jaran Rana  menjadi Jembrana , tahun 1450 M , setelah perang saudara, dan cerita dari mulut kemulut /pitutur Jimbar artinya besar, Wana artinya hutan.  Jimbaran Wana artinya hutan yang besar. (Jayus, 1993: 1-2).


Bekas kerajaan 2 saudara ini, negeri Bakungan dan Pecangakan yang telah musnah disebabkan oleh kuda putih bernama Jaran Rana kemudian dikenal dengan nama : Jembrana (Buda, 1990: 24-26).  Bahkan Danghyang Nirartha dalam perjalanannya ke Bali dari Pulau Jawa menyebutkan daerah Bali barat yang dikunjunginya dengan nama Jembrana (Toetoer Lambangkawi, No. 1339/Va: 1-2).


   Sedangkan menurut Ida Pedanda Gede Sigaran dan I Ketut Serung mengemukakan bahwa Kota Negara, ibu kota Jembrana,  lahir pada Purnamaning Kasa, tanggal 27 Juni 1800.  Didasarkan pada pendirian Puri agung Negeri oleh Anak Agung Putu Seloko



Suasana Peperangan 



Perang Jembrana Vs Buleleng  II


4.2. Tahun 1828 : Peperangan  kedua Jembrana Vs Buleleng


Tahun 1828 terjadi peperangan yang kedua kalinya 


  Antara Jembrana dengan Raja Buleleng "Anak agung Gde Karangasem" yang tertarik dengan kemakmuran kerajaan Jembrana. Raja Buleleng ini juga  nantinya terlibat  konplik  di Mataram dengan suku Sasak Lombok pada tahun 1855 M.


1827  m  - Karang Asem dikuasai  I Gusti Bagus Karang.


 Ketika I Gusti Bagus Karang gugur dalam menyerang Lombok, - dalam upaya memburu I Gusti Lanang Peguyangan yang melarikan diri ke Lombok, - pada saat yang sama, raja Buleleng, I Gusti Ngurah Made Karangasem, berhasil menaklukan Karangasem dan mengangkat menantunya I Gusti Gede Cotong menjadi raja Karangasem.


1839.  - I Gusti Ngurah Made Karangasem, Bali Mataram dari Buleleng 


   Kelompok-kelompok bangsawan Bali dari kerajaan Karangasem kemudian mulai menguasai bagian barat Pulau Lombok. Salah satu dari mereka, yaitu kelompok Bali-Mataram, berhasil menguasai lebih banyak daripada kelompok asal Bali lain nya, dan bahkan pada akhirnya menguasai keseluruhan pulau ini pada tahun 1839. ( lihat : https://sultansinindonesieblog.wordpress.com/bali/kerajaan-karangasem/)

     Sejak saat itu kebudayaan istana Bali juga turut berkembang di Lombok.


Dimana Ia, 

"Anak Agung Gde Agung Gusti Ngurah Made Karangasem" dalam upaya nya menaklukkan Lombok, kemudian menculik  dan membunuh,--  

Pangglima  Laksamana IV dari Kesultanan Pontianak  bernama "Sayyid Abubakar bin  Abdillah" bin Abubakar III Leaxa bin Abdullah, bin Abubakar I Panglima Laksamana Pertama,  yang makam nya ditemukan di pinggiran Pantai Jeranjang Pulau Lombok, 

 -  Dengan cara yang sangat mengerikan 


 Baca disini, klik >.: 

(  Riwayat  Panglima Laksamana IV  )


Panglima Syarif Hasan  bin Umar Alkadri ( Baju Garis )
Bersama Wan Dahlan  bin  Tku  Hamid Alkadri, dan 
Wan Azizan ( Kaos Biru ) bin Wan Zainal Abidin Alkadri
Gambar  di Sarawak Malaysia Timur 



Syarif Tue , Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan 


Perang Jembrana Vs Buleleng  II


Kita  kembali  ke Tahun 1828 : 

Peperangan  kedua Jembrana Vs Buleleng, tadi  : 


  Raja Anak Agung Putu Seloka bersama adiknya Anak Agung Ngurah Made Bengkol dan beberapa pengiringnya mengungsi dengan perahu Bugis ke Banyuwangi ( sekarang bernama Kampung Bali ).


Setelah raja selamat sampai di Banyuwangi anak Agung Made Bengkol kembali ke Jembrana. 


   Dalam peperangan, pasukan Jembrana dipimpin oleh I Gusti Ngurah Gde dari Jero Pancoran yang didukung oleh pasukan Islam.  


Panglima perang Buleleng Anak Agung Gde Karang beserta prajuritnya gugur dalam pertempuran, akhirnya mundur kembali ke Buleleng. 


    Kemudian adik panglima perang Buleleng yang bernama Anak Agung Made Karang menyerang dari arah laut, sedangkan dari arah pegunungan pasukan Buleleng menyerbu Puri Jembrana dengan siasat menjepit dari arah muka dan belakang.


   Karena begitu kuatnya musuh,  akhirnya dalam perang tanding di Bajo/Awen panglima I Gusti Ngurah Gde bersama Anak Agung Made Bengkol gugur, dan akhirnya Puri Gde Jembrana dapat direbut.


    Namun Puri Agung Negara tidak berani didekati karena banyak prajurit yang tertembak mati dengan bantuan pasukan Muslim dan tembakan meriam Syarif Tue Abdullah bin Yahya yang membela raja Putu Seloka pada pertempuran melawan Buleleng ini. 


Untuk menghindari banyak nya korban jatuh, Anak Agung Gde Karang  memerintahkan anak buahnya mundur kembali ke Buleleng. Serangan kali ini dapat ditahan oleh Jembrana hingga keamanan dapat kembali dipulihkan dan ditertibkan di kerajaan Putu Seloka ini. 


Sampai tahun 1832 M 

Selama empat tahun 

Jembrana mengalami kekosongan pemerintahan, .... 


      Akibat peperangan dengan Buleleng, maka Syarif Abdullah bin Yahya Al Qodri dan Panglima Tahal memperkuat posisi pertahanan Islam di sekitar Benteng Fathimah berpedoman pada prinsip agama yang sedang dikembangkan melalui perwakilan dan berdagang, lebih bersifat asimilatif dari pada revolusioner dan bukan sekali-kali untuk menaklukkan.


  Jika pemuka Islam Syarif Abdullah beserta Panglima Tahal menghendaki tahta dan kekuasaan dan menyalahgunakan kesempatan sewaktu kerajaan Jembrana dalam keadaan pemerintahan kosong selama empat tahun, maka pastilah pengaruh Islam dan Syarif Abdullah bisa menguasai Jembrana saat itu.





Keturunan 
Syarif Tue  Abdullah bin Yahya Panglima Loloan
Dari :
Syarif Zain bin Usman, bin Zain bin Usman 
bin Abdullah bin Yahya bin Yusuf 
bin Abubakar I Panglima Laksamana 
bin Sayyid Husein Tuan Besar Mempawah 



Syarif Tue , Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan 


4.3. Tahun 1842 M : 

   Suksesi  Putu Seloka kepada Anak Agung Putu Ngurah.


Setelah wafatnya Putu Seloka, Raja Anak Agung Putu Ngurah adalah pelanjut dinasty  Mengwi berikut nya. 


  Beliau, berbeda dengan ayahnya,  menaruh curiga kepada kegiatan Syarif Tua Abdullah bin Yahya, sehingga dengan cara halus melarang orang-orang Bali Hindu beralih agama lain dengan perantara Ida Pedanda Agung , berdasarkan Hukum Adat Istiadat yang berlaku.


 Syarif Tua sadar betapa tabiat Tuanku Raja,

         Jauh berbeda dengan ayahnya waktu berkuasa.


      Sering terjadi penindasan, penganiayaan, kerja rodi, bea syahbandar terlalu besar dan terjadi persaingan dalam kalangan kerajaan.


Dengan segala kerendahan hati Syarif Tua menemui raja Anak Agung Putu Ngurah untuk menyadarkan betapa berbahayanya hawa nafsu dan kekuasaan itu. 

Namun Raja tidak memperhatikan nasehat yang disampaikan. 


13 Oktober 1855 M


   Karena ketidak puasan yang meluas, maka  pada : Tanggal : 13 Oktober 1855 No. 85  Stanblat menurut dokument Belanda : MMencatat Protes rakyat kepada Raja Putu Ngurah  yang dianggap semena - mena, Isi surat tersebut adalah rakyat Jembrana merasa sangat keberatan atas ulah Raja Jembrana I Gusti Agung Putu Ngurah. 


 Surat protes ini dikirimkan oleh salah Seorang Punggawa bernama : 


    I Gusti Ngurah Made Pasekan :  

   Yang sejak lama menaruh kecewa terhadap raja. Made Pasekan ini, bersahabat dengan Syarif Tua Abdullah bin Yahya  dan seluruh umat Muslimin. Diam-diam dia melayangkan surat gugatan kepada Komisarisw Hindia Belanda tanggal 13 Oktober 1855 No. 85 di Residensi Banyuwangi.


Protes ini dilayangkan setelah rakyat Jembrana hidup dibawah tekanan dan kezaliman raja ini selama 13 ( tiga belas ) tahun, sejak dilantik nya pada tahun 1842 M 


Surat protes ini kemudian dilanjutkan oleh Residen Banyuwangi ke hadapan Gubernur Jenderal Belanda di Batavia 


    Bersamaan dengan ini terjadi perpecahan di Jembrana,


Protes ini dilayangkan setelah rakyat Jembrana hidup dibawah tekanan dan kezaliman raja ini selama 13 ( tiga belas ) tahun, sejak dilantik nya pada tahun 1842 M 





Harimau Loloan  
Haji Syarif Yasin bin Zain  Alkadri 


Syarif Tue , Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan 


4..4. Tahun : 1855 M :  - Sezaman Kekuasaan Sultan Hamid I, Pontianak


   Peperangan antara Syarif Tue, Panglima Tahal, dan  I Gusti Ngurah Made Pasekan,  : < melawan > :  Raja Anak Agung Putu Ngurah  Putra Sulung Putu Seloka : 



      Pihak Pertama: --, Punggawa Jembrana I Gusti Ngurah Made Pasekan bersatu dengan Syarif Tua beserta umat Islam nya termasuk Datuk Panglima Tahal,  dan prajurit-prajurit Pan Kelab beserta rakyat Bali  yang berpihak kepada nya.


        Pihak Kedua, :--,  Raja Jembrana, Ida Anak Agung Putu Ngurah  dikawal oleh bala tentara I Gusti Agung Made Rai dan seluruh Ksatria yang berpihak. Jika dilihat dari kekuatan, pihak kerajaan jauh lebih kuat.


     Syarif Tua mengumpulkan seluruh umat Muslim dari pedesaan-pedesaan ke benteng Fathimah, Loloan Timur, begitu juga di sekitar Puri Negara dan Jembrana telah penuh sesak dengan pengawalan pasukan yang siaga perang.


     Peperangan tidak bisa dihindari, dimana I Gusti Agung Made Rai mencabut keris “Tastas” pusaka kerajaan,  dan I Gusti Made Pasekan mencabut keris pusaka Buleleng “Ki tunjung Tutus”. 


Di lapangan Puri Jembrana dan Puri Negara penuh sesak oleh prajurit pembela kerajaan.


Karena tidak ditemukan jalan keluar, peperangan tidak dapat di hindarkan lagi. 



Bendera Perang Syarif Tue 
Ilustrasi
 

Syarif Tue , Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan 


    Syarif Tue, Datuk Tahal  dan  I Gusti Ngurah Pasekan  merapatkan barisan dan memobilisasi  dukungan guna berhadapan dengan pihak kerajaan, : Raja I Gusti Anak Agung Putu Ngurah,  yang telah melakukan kezaliman ini. 


           Tiba-tiba berdentumlah meriam-meriam Syarif Tua  

           Dari Benteng Fathimah di Loloan Timur,!


Begitu juga meriam-meriam Pan Kelab dari dekat arah Desa Pemedilan.


         Pasukan Syarif Tua juga dibantu oleh Panglima Datuk Tahal yang terdiri dari orang - orang Melayu, Bugis, Jawa, Madura, dan ummat Islam lain nya di zaman itu.


 Pertempuran sangat sengit, terjadi.....


Di Benteng Fathimah,  


        Syarif Tua mengibarkan bendera Pusaka berwarna Hijau bertuliskan kalimat Syahadat dan Panji-panji berwarna hitam bergambar harimau berhuruf arab hadiah Sultan Kedah dahulu yang berisikan ayat Suci Al-Qur’an.  ( **Perhatikan bahwa beliau pernah berlayar ke negeri Kedah, Tanah Melayu  yang dekat dengan Trengganu ? ) 


 Karena gempuran-gempuran dari Benteng Fatimah sehingga Puri jatuh.



Suasana ketika kecamuk peperangan - Ilustrasi

 


 Syarif Tue , Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan       


    Pada malam hari Syarif Tua melakukan siasat kurungan terhadap Puri Negara dengan laskar pilihan. Masing-masing membawa meriam tiruan dari batang-batang pepaya yang dicat warna hitam untuk menakut-nakuti prajurit kerajaan, seraya meminta suaka perundingan dengan tuanku Raja Anak Agung Putu Ngurah.


   Syarif Tua selaku utusan umat Islam di Jembrana di kawal oleh panglima Datuk Tahal.


 Syarif Tua membuka pembicaraan:  


 “Maaf Paduka Tuanku Yang Mulia,  


     -" Kami selaku utusan umat Islam dan rakyat, memohon membuka musyawarah perihal kekuasaan yang mulia yang di ambang pintu keruntuhan. Sesungguh nya kami terlarang membunuh orang-orang yang menyerah kalah.


Demikianlah ajaran agama kami.


   Kami mengangkat senjata bukan untuk merebut kekuasaan, melainkan untuk menyebarkan agama sambil berniaga dan menolak sekeras- keras nya perbuatan-perbuatan dholim yang menghambat agama kami. 


  Demi nama Allah kami menasehatkan berangkatlah besok pagi-pagi sebelum fajar dengan segenap keluarga menyelamatkan diri untuk meminta perlindungan Hukum kepada Gubernur Hindia Belanda"  :-" pungkas Syarif tua,  

  

      Tuanku Raja terdiam bingung menghayati pembicaraan Syarif Tua sambil menimbang-nimbang, dan diputuskan Raja beserta keluarganya meninggalkan Puri Negara menuju Buleleng.  

 

Raja juga memerintahkan kepada Hulubalang-hulubalang supaya peperangan dihentikan, karena kekuasaan kerajaan telah diserahkan secara damai kepada Syarif Tua dan punggawa I Gusti Ngurah Made Pasekan.


     Keesokan hari nya Raja beserta keluarganya dan Anak Agung Made Rai menuju Buleleng.


Di Jembrana : 


        Raja I Gusti Anak Agung Putu Ngurah, 

      Putra Putu Seloka nomor 2, -  Dengan kemauannya sendiri melepaskan hak Kerajaan kepada Gouvernement Hindia Belanda, kemudian oleh Belanda VOC dijadikan  Landschap Gouvernement di bawah seorang Regent, bertitel Raja :  dijabat oleh  I Gusti Ngurah Made Pasekan. 



Silsilah 
Syarif Tue Abdullah bin Yahya Alkadri
Panglima Loloan 

Diterbitkan  Oleh : 
Maktab NanGq 1857 Alkadri Pontianak
Pangeran Bendahara Tua Syarif Ja"far Alkadri
Bin Sultan Hamid I - Sultan Pontianak ke IV
Bin Sultan Usman - Sultan Pontianak ke III
Bin Sultan Abdurrahman - Pendiri Kesultanan Pontianak 
Bin Sayyid Syarif Husein Tuan Besar Mempawah 


Tengah malam menjelang Shubuh
Makam Sayyid Husein Mempawah


===========


Syarif Tue 
Abdullah bin Yahya Panglima Loloan 

Dalam catatan Sejarawan  Bali

Prasasti Loloan 


Prasasti Loloan : 

Prasasti bertulis di Loloan, dikenal sebagai Prasasti Loloan : 


         Prasasti kayu itu tertulis pada tahun 1268 H (1847 M ) bertepatan dengan hari Senin bulan Dzulqa’dah Encik Ya’kub mewakafkan sebidang tanah sawah dan sebuah Mushaf Al-Qur’an.  Prosesi perwakafan ini pun dihadiri oleh Mustika sebagai perbekel (pimpinan masyarakat setingkat Camat), Mahbubah selaku penghulu serta Syarif Abdullah bin Yahya Al-Qadry dan Aba Abdullah Hamna selaku saksi nya. 


Dasar inilah yang dijadikan acuan  "I Wayan Reken" dalam menulis sejarah Loloan, masuknya Islam di Jembrana ini,  Prasasti terukir bertuliskan tanggal : 


1 Zulhijjah 1268 Hijriah / sekitar 175 tahun yang silam.  

Bertepatan Tahun 1846 - 1847 Masehi. 


1847 M : Prasasti Loloan menyebutkan tentang penyerahan sebidang tanah dan sebuah kitab suci Al Quran untuk di gunakan sebagai Masjid dengan disaksikan oleh Syarif Abdullah bin Yahya, Syarif Tue. 


 Prasasti loloan,:  yang bertahun: 1847 Masehi, bertepatan dengan hari senin, 1 Zulhijjah 1268 Hijriah, adalah bukti otentik tentang hal ini.  


    Ketika Prasasti ini dibuat, beliau Syarif Tue ini berusia sekitar  45 tahun, setelah beberapa tahun turun dari kapal nya dan menetap di Loloan ini. 


Sebagian dari Anak Cucu 
Keturunan : 
Syarif Tue Abdullah bin Yahya Alkadri
Panglima Loloan 

Klik Disini  > :

(  Bersambung ke Bagian III  )



----------------------------

Syarif Tue , Abdullah bin Yahya  Panglima Loloan 


Referensi Utama :

Diantara berbagai sumber adalah : 

1. Berdasarkan Manaqib singkat tulisan Pengeran Bendahara  Syarif Ahmad bin Sultan Abdurrahman, dan dokumentasi Belanda tahun 1827 M, yang menyebutkan tentang nama Ki Sauki atau Syaugi Yusuf, makam nya ditemukan di kepulauan Natuna, wilayah kepulauan Riau, dan hingga hari ini banyak ditemukan  keluarga Al Qadri di Serasan, Terempa, Midai, Letung, Sedanau, Bunguran Besar, Natuna, Ranai, Sarawak, dll.Koleksi keluarga Al Qadri

2. Berdasarkan Data Tua Nomor buku 763 s/ 770  halaman 336, angka tahun : 1857 M Tulisan Pangeran Bendahara Tua, Syarif Ja far bin Sultan Hamid I Alqadri, : Koleksi Pribadi keluarga AlQadri

3. Maktab NanGq 1857  Pangeran Bendahara Tua  Syarif Ja"far Alkadri  Pontianak

-  Klik disini >> : (  Pangeran Bendahara Tua Syarif Ja "far  )

4. Klik > : (   Menjawab Kontroversi  ) 

5. Klik > : (   Syarif Ibrahim bin Abubakar 

6. Klik > : (  Syarif Abubakar di setiap Zaman  ) 

7. Klik > : (  Nasab dan Nasib  Alkadri Pontianak  )

8. Klik > : (  Panglima Laksamana I  Abubakar  )

9. Klik > : (  Syarif Tue dalam satu halaman

10. Klik > :  (  Syarif Yahya dalam satu halaman