BAGIAN PERTAMA
SEJARAH HIDUP & DA'WAH, DARI YAMAN HINGGA MATAN
SAYYID HUSEIN TUAN BESAR MEMPAWAH : 1706 - 1771 M 63 - 64 tahun
Menikahi 12 wanita, mewariskan 42 keturunan
Versi Catatan langsung Sayyid Husein , 1725 M dst
" Hanya Al Qadri yang bisa menelusuri dan mengenali kaum kerabat Al Qadri, karena sama jalurnya dan adanya hubungan darah serta kekeluargaan mereka" Selain Al Qadri, tentunya mereka lebih baik fokus menelusuri jalur mereka masing-masing" Karena Al Qadri terlalu besar puak nya dan terlalu luas sebaran nya di Nusantara ini" Sultan Pontianak ke. IX.
KUPAS TUNTAS SEJARAH HIDUP SAYYID HUSEIN AL KADRI
MANAQIB BIOGRAFI
Sayid Syarif Husein Alkadri Jamalulail
Jabatan : Mufti dan Kadhi Kesultanan Matan, 1722 - 1747 M
Maha Patih dan Maharaja Imam Mempawah, 1747 - 1771 M
Pengantar :
Sayid Syarif Husein Alkadri Jamalulai
Sayid Husein Al-Kadri., lahir, Tariem Arridha Hadramaut Yaman Selatan 1120 H - 1706 -1708. M Nama dan gelar lengkap beliau ; , As-Sayid Asyarif Husein bin Ahmad Muhammad JamalulaIL
MANAQIB BIOGRAFI
As Sayid As Syarif Al Arif Billah : Husein Alkadri Jamalulai
MUfti Kesultanan Matan dan Mempawah : 1708 - 1771 M Usia 63 tahun
Sayid Husein Al-Kadri., lahir, Tariem Arridha Hadramaut Yaman Selatan 1120 H - 1706 -1708. M Nama dan gelar lengkap beliau ; , As-Sayid Asyarif Husein bin Ahmad Muhammad Jamalulai
Ketika Sultan Abdurrahman menggunakan Al - Kadri, maka, nama beliau mendapat tambahan As - Syarif Husein Al-Kadri Jamalulai, nama beliau di saat itu juga di kenal As-Sayid Husein bin Ahmad Ba - Alawi Jamalulail, di karenakan beliau keturunan Ba 'Alawi (yang seharusnya penulis saat itu menulis keturunan Ali Al - Ba"alwi ) karena antara Ali Al - Ba'alwi dengan Ba' Alawi adalah orang yang berbeda
Sebab yang di kenal sebagai Ba'alwi adalah Abdullah Ba'alwi jalur Alwi Al - Ghoyur, yang konon nasab keduanya sampai kepada Rasullullah.SAW. Beliau juga di kenal menjadi Tuan Besar Mempawah Mufthi kesultanan Mempawah, setelah pindah dari Kesultanan Matan.
Kepindahan ini karena untuk menenangkan dirinya, setelah istri Pertamanya meninggal dunia (Bukan karena tidak cocok atau ada masalah, melainkan awal mulanya beliau memang ingin menerima tawaran dari Kesultanan Mempawah saat itu)
Dalam babat sejarah Maktab NANGQ 1857
Pada saat Sayyid Husein bin Ahmad menginjakkan kakinya di negeri Matan, usia beliau sudah diatas 40 tahun waktu itu, sehingga tidak benar jika dikatakan usia beliau dibawah itu.
Karena diketahui Sayid Husein hampir 2 tahun menetap di Singgapura, Aceh 1 tahun, semarang hampir 2 tahun dari sinilah beliau menikahi Zahra Assegaf,.Beliau sempat di Betawii 7 bulan, sehingga tercatat lebih kurang lebih 5 Tahun 7 bulan beliau bolak balik dari Singapura, ke Aceh Pulau jawa hingga ke Trengganu termasuk ke Sulawesi.
PERJALANAN KE MATAN
Kemudian atas undangan Daeng Celak :
Nama sebenarnya (Sayid Syech Abdullah Adeni Qaulan Jajirah) dari Sulawesi, sesampainya beliau ke pulau Sulawesi. Disana beliau di kawinkan dengan anaknya : Utien Kasmiri dan memiliki 3 anak.
Berdasarkan saran Daeng Celak bin Tandre borang Dilaga Daeng Rileke (Nama sebenarnya : Sayid Syech Ahmad bin Adeni Qaulan Jajirah), agar Sayid Husein menemui abang beliau di pulau Boerneo Opu Daeng Manambong (Nama sebenarnya : Sayid Syech Abu bakar Adeni Qaulan Jajirah) di Mempawah,
Sayid Husein Al-Kadri Jamalulai, meminta ke tiga sahabat agar ikut rombongan bersama Daeng Celak, untuk menuju Mempawah bersama - sama. Karena perhitungan akan meninggalkan keluarga agak lama, maka Sayid Husein memberi ke tiga istrinya masing 2, satu peti Emas sebagai bekal kehidupan keluarganya,
Syahdan kemudian berangkatlah beliau dari pulau Sulawesi ke pulau Boerneo.
Dalam perjalanan beliau di gerakan panggilan gaib sehingga nyasar di gunung peniraman, untuk mengenang bahwa beliau pernah berada di gunung akhirnya di beri nama Gunung Sahabat 4, sesuai dengan nama ke 3 Sahabat beliau dan termasuk Syarif Husein sendiri.
Dari Mempawah , Kemudian beliau melanjutkan perjalanan ke Matan dan sempat singgah di Mempawah beberapa saat atas permintaan Daeng Celak,
Setelah itu beliau berlima berpisah, : Daeng celak melanjutkan perjalanan ke Malaysia, Sayid Husein dengan seorang Sahabat menuju Matan, ( diperkirakan bernama Syaik Salim Hambal dari Semarang), sementara 2 orang Sahabat kembali ke tempat tinggal mereka masing - masing, yang satu ke Trengganu, dan satu lagi ke Aceh
TIBA DI MATAN
Ketika sampai Matan, beliau di sambut rombongan Sayid Hasyim bin Yahya (Tuan Janggut Merah) Bersama murid - murid beliau, kemudian beliau memanggil sahabat sayid Husein, yaitu Syech Salim bin Hanbal yang mendampingi Sayid Husein, sebab Abu Bakar Alidrus sudah menyatakan dirinya ingin menetap di Aceh.
Sayid Hasyim bin Yahya, menyampaikan kepada sahabat Sayid Husein, ( Syeck Salim Hambal ), bahwa sultan memerlukan beliau sebagai Mufthi dan sekaligus untuk membina penduduk negeri Matan untuk mendalami ajaran Islam
Sebelumnya Sultan juga berpesan untuk menguji kemampuan Sayid Husein Al-Kadri di bidang ilmu olah diri tanpa harus di ketahui sayid Husein,
Maka ditengah acara, Tuan Janggut Merah, mematahkan kacip di depan Sultan dan pembesar kerajaan, untuk menguji kesaktian dan kemampuan Sayyid Husein. Dengan izin Allah, Sayyid Husein hanya dengan menggosok - gosok besi kacip itu dapat dikembalikan ke bentuk semula,,
Jadi peristiwa kacip sudah di setting sebelumnya antara Sultan dan Tuan Janggut Merah, dengan Syeck Salim Hambal, sahabat Sayyid Husein itu,
Ini bukanlah suatu kejadian sebagaimana yang telah beredar,
Seharusnya kita menggunakan akal yang sehat untuk melihat setiap peristiwa, seandainya itu di lakukan secara tiba -tiba dapat di pastikan Sayid Hasyim bin Yahya Tuan Janggut merah, pasti akan mendapatkan hukuman karena merusak acara kehormatan Kesultanan,.
Akan tetapi Sultan tidak melakukan tindakan hukum terhadap beliau, apalagi Sayid Hasyim bin Yahya Tuan Janggut merah sudah lama menetap di Matan tentunya paham betul tradisi kesultanan
Bukan pribadi beliau sebagai seorang ulama besar gagah dan pemberani tetapi melakukan tindakan hina ( tetapi sejarah baru telah merusak dua nama beliau di karena tidak memiliki mengetahui kebohongan kejadian yang sebenarnya ), termasuk ketika Sayyid Husein menggunakan ludahnya memperbaiki kacip, :
itu adalah manipulasi sejarah.
Kisah yang terlanjur beredar , begitu jorok terdengar dimana kacip sirih yang bertulis gambar Bali berbentuk ular, di hancurkan dan di tumbuk tumbuk dengan tongkat sehingga hancur, demikian Sayid Hasyim Tuan Janggut merah melakukannya
Kemudian di ambil sayid husein di usap dengan air liur,
Catatan yang sudah telanjur beredar , sangatlah menyayat si pemilik roh, sehingg beliau di anggap ulama yang beringas demikian juga Sayid Husein di anggap ulama yang jorok
Padahal yang sesungguhnya beliau hanya mematahkan saja dan sayid Husein mengembalikan seperti semula cukuo dengan menggosok saja. Tanpa air liur sebagai perekat
Karena karomah kedua nya memang sangat luar biasa
Ketika memutuskan pindah dari Matan karena istrinya meninggal,
Sayid Husein sudah beberapa tahun berada di Matan, beliau juga sudah menerima tawaran dari Opu Daeng Manambong dalam bentuk surat agar mau pindah ke Mempawah, sebab tujuan Utama beliau sesuai dengan petunjuk, memang harus berada di Mempawah, karena itulah ketika istri beliau Nyai Tua meninggal karena melahirkan, Sayid Husein memutuskan pindah ke Mempawah dan jenazah istrinya juga di makamkan di Mempawah, disebelah beiau saat ini.
Sebelum pindah beliau menikah lagi dengan putri tengahnya Sultan, bernama Utin Krinci Srikandi ( Nyai Tengah ) saudara Nyai Tua, dengan tujuan agar dapat memelihara dan merawat anak - anak kakaknya. Dari Nyai Tengah beliau dikaruniai 5 anak lagi, salah satunya bernama : Syarif Abubakar, yang nanti ketika Abdurrahman menjadi Sultan, beliau diangkat sebagai Panglima Laksamana nya.
Beliau pindah ke Mempawah Pada 8 Muharam 1160 H. / 20 januari 1747 M, Kemudian menetap di Gala herang
Dalam babat Sejarah Maktab NANGQ 1857, Delapan anak Sayid Husein lahir di Matan kecuali Anak dari Nyai bungsu dan anak Nyai Piring yang tidak lahir di Matan, artinya beliau menetap di Matan paling tidak selama sekitar 10 - 16 tahun.
Ketika Istri Sayid Husein Nyai Tua meninggal dunia, Sayid Hasyim bin Yahya Tuan janggut merah, mengucapkan bela sungkawa dan juga mengucapkan terima kasih telah berbagi ilmu, sehingga Sayid Husein Al-Kadri mengerti apa yang beliau maksud walaupun beliau sudah mengetahuinya. ( Peristiwa Kacip )
Ketika menetap di Mempawah Syed Husein tinggal di perkampungan Gala Herang, kedatangan beliau menjadi daya tarik bagi masyarakat Mempawah, sehingga banyak orang yang berdatangan di Mempawah selain berniaga juga untuk belajar ilmu agama islam.
Sultan Mempawah Opu Daeng Manambong (yang sebenarnya beliau adalah Syed Syech Abu bakar Adeni Qaulan Jajirah, nenek monyang beliau yang tinggal di perkampungan Aden Yaman). Sultan kemudian Mengangkat Syed Husein menjadi Mufthi Mempawah
FITNAH KEJI KEPADA NAKHODA AHMAD DAN SULTAN MATAN
Sebelum Syed Husein pindah ke Mempawah, Matan sudah berkembang sangat pesat, sehingga banyak yang datang terutama dari negeri Bugis Makasar,
Salah seorang yang berasal dari Siantan telah melakukan Fitnah kepada Nahkoda Ahmad dengan fitnah melakukan maksiat tanpa bukti berupa saksi.
Mendengar berita tersebut Sultan Matan sangat murka dan ingin membunuh Nahkoda tersebut tanpa melakukan penyelidikan terlebih dahulu.
Coba bayangkan seandainya waktu kejadian kacep serba kebetulan dapat di pastikan Syed Hasyim bin Yahya ( Tuan Janggot Merah pasti akan mendapat hukuman, karena telah merusak Jamuan Kesultanan)
Kemudian peristiwa tersebut di serahkan kepada Syed Husein, beliau menetapkan dengan hukum Syariah sehingga terlepas dari hukum bunuh, lalu di suruh bertaubat dan sedikit uang denda yang di berikan kepada Sultan
Sementara tukang fitnah lari dan menunggu di laut untuk menyelamatkan diri serta membawa kawanan bajak laut untuk menunggu Nahkoda Ahmad, jika selamat dari fitnah, maka mereka akan mengambil tindakan sendiri.
Sultan sangat senang dengan tindakan Syed Husein tersebut,
karena mampu menyelesaikan perkara dengan bijak dan menyelamatkan beliau dari tindakan yang salah, karena akan membunuh orang yang tidak bersalah dan memerintahkan tukang fitnah di cari tetapi tidak ketemu karena sudah melarikan diri lewat laut,
Tidak banyak yang tau kejadian ini,
Tetapi sejarah yang beredar justru seolah - olah Sultan lah memerintahkan membunuh mereka dengan mengantar Nahkoda menuju Perahunya di antar 2 perahu Kesultanan dengan bekal yang cukup
Sebenarnya : 2 perahu dari kesultanan yang mengantar juga tidak kembali karena di serang di laut, atas perintah tukang fitnah kepada kawanan gerombolan mereka. Hingga saat ini berita kejam tersebut, seolah olah Sultan lah yang memerintahkan.
Demikian yang berkembang didunia maya, sehingga pemilik Roh hingga saat ini tidak bisa beristirahat dengan tenang karena menerima fitnah tersebut
Sebenarnya,:
Syed Huseib jauh sebelum kajadian tersebut memang sudah membuat jawaban dalam bentuk surat kepada Opu Daeng Manambong untuk pindah di Mempawah, untuk mencari waktu yang tepat, maka ketika istri beliau meninggal itulah waktu yang tepat walaupun masih bolak balik dari Mempawah ke Matan di karenakan beliau baru di nikahkan dengan anak Sultan sampai istri kedua, Nyai tengah melahirkan 4 anak, barulah Syed Husein menetap di galah Herang dan sekali kali tetap berkunjung di Matan,
KEPASTIAN TANGGAL LAHIR SULTAN ABDURRAHMAN
Ketika Syed Husein pindah ke Matan umur Syarif Abdurrahman hampir 16 tahun (15 sd 16, beliau adalah anak kedua dari Nyai Tua) sebab itu ahli sejarah menarik mundur tahun kelahiran Syarif Abdurrahman menjadi Senin pagi jam 10.00, 3 Rabiul Awwal 1153 H (sementara tahun masehinya seharusnya 1732, akan tetapi ada yang menafsirkan tahun 1729 M dan 1731 M)
Akan tetapi dalam Dokumen Maktab NANGQ 1857 (beliau Lahir Senin jam 10..00 waktu setempat (03 Rabiul Awwal 1153 H - 1731 M) Berdasarkan catatan Tua langsung dari Syed Husein sendiri. Dalam hal tahun lahir mungkin tidak perlu di permasalahkan sebab tanggal dan hari kelahiran beliau merujuk pada data yang sama.
Ketika usia Syarif Abdurrahman bin Syed Husein 18 tahun beliau menikah dengan Putri Daeng Manambong (Syed Syech Abu bakar Adeni Qaulan Jajirah) Bernama Putri Utien Candramidi,
Sehingga walaupun istrinya Nyai Tua sudah meninggal saat itu. Untuk nama istri pertamanya Syed Husein sekaligus ibu Syarif Abdurrahman ini, di gantilah dengan nama "Utien Kabanat ",
agar mudah difahami dalam catatan sejarahnya
Menurut catatan Pangeran Bendahara Syarif Jafar bin Sultan Hamid I Al Kadri, walaupun namanya sama akan tetapi berbeda dalam tulisan, seharusnya membacanya juga harus berbeda karena :
1. Istri Syed Husein Alqadri Jamalulai
Bernama : Nyai Utien Chendramidie
Sedangkan istri
2. Syarif Abdurrahman Bernama Putri Utin Tjindramidi
Walaupun dengan berbeda tulisan tetapi jika di ucapkan jelas hampir sama bunyinya, Sebab itu Almarhum di sebut saja Utien Kabanat
PERISTIWA MAHAR PERNIKAHAN SYARIF ABDURRAHMAN
Dalam babat sejarah pernikahan Syarif Abdurrahman dengan Putri Utin Tjindramidi tidaklah Semudah perkiraan karena syarat yang cukup memberatkan menurut Syarif Abdurrahman.
Tetapi anehnya Syed Husein langsung saja menyanggupi nya walaupun hantaran wajibnya 7 peti emas berukuran setengah hasta dan panjang satu hasta ukuran orang Dewasa atau : ( panjang 97 Cm x Lebar 57 Cm dengan tinggi 57 Cm, terbuat dari tembaga murni
Saat itu Syed Husein meminta tempo dalam waktu 3 bulan sesuai permintaan Opu Daeng Manambong, Karena beliau yaqin Syed Husein mampu memenuhi Mahar wajib tersebut
Peti - peti yang sudah jadi tersebut beliau pesan dari seorang pengrajin yang ahli dalam membuat ukiran Kaligrafi di daerah Matan, Kemudian di masukan dalam kamar tertutup yang di lapisi kain kuning, hijau dan terakhir hitam, baik pada lantai, dinding dan dek atap di ruang yang gelap selama 3 bulan, serta Melarang Anak - anak beliau membuka kamar tersebut kecuali Syed Husein sendiri.
Setelah sampai waktunya, untuk di berikan, barulah Syed Husein membuka kamar tersebut dan di saksikan seluruh anak beliau termasuk Syarif Abdurrahman sendiri
Sehingga anak - anak beliau heran tetapi Syed Husein berkata :" jangan heran karena itu pemberian Allah" (kisah ini menjadi buah bibir hingga saat ini tentang Karomah yang di miliki Syed Husein Al-Kadri Jamalulai)
NAZAR SULTAN ABDURRAHMAN DAN PENGEMBARAAN DI LAUTAN
Perlu juga di ketahui oleh seluruh keturunan Syarif Abdurrahman Alqadri kuhsus nya dan keturunan Syarif Husein umumnya,
Setelah Syarif Husein mengabulkan permintaan Utin Tjindramidi calon istri Syarif Abdurrahman., pada saat itu juga di depan calon istrinya , beliau ( Syarif Abdurrahman ) berkata :
""Seandainya dia mampu memenuhi permintaan Mahar 7 peti emas, maka Ulun bernazar akan mengikuti jejak Abah dan bahkan akan melampaui Abah memiliki anak - anak 101 Orang anak, dan ulun tidak akan berhenti menikah jika belum tercapai jumlah anak tersebut serta menjadi Raja dan Pelaut yang ""Tangguh di Negeri ini"", : setelah itu Syarif Abdurrahman berlalu dari hadapan calon istrinya.
Setelah beberapa waktu dari pernikahan Putrinya., Opu Daeng Manambong jatuh sakit., kemudian meninggal Dunia pada 1165 H - 1751 M., dan Gusti Djamiril di angkat oleh Syarif Husein sebagai anak angkat beliau di Kampung Galah Herang
Kemudian Tahun 1166 H - 1752 di angkat menjadi Sultan dalam usia yang masih cukup muda menggantikan Abah nya Opu Daeng Manambong. Dengan Gelar ""Penembahan Adiwijaya Kesuma""
Dan kenyataannya memang benar dalam Dokumen Resmi Maktab NANGQ 1857, anak - anak Syarif Abdurrahman Alqadri berjumlah 101 orang dengan jumlah istri 67, walaupun tidak semua istri Syarif Abdurrahman memiliki anak, sebab ketika istri yang beliau Nikahi tidak memiliki keturunan beliau menikah lagi.
Sehingga jumlah istri beliau sebanyak 67 dengan hadiah pernikahan 1 peti emas berukuran sama dengan peti yang di berikan Syarif Husein kepada Utin Tjindramidi,
Dari ke 67 istri Syarif Abdurrahman hanya 2 istri saja yang Menerima lebih dari 1 peti emas sebagai mahar yaitu :
1. Putri Utin Tjindramidi binti Opu Daeng Manambong Raja Mempawah, 7 peti emas langsung pemberian dari Syarif Husein sebagai mahar Syarif Abdurrahman dan
2. Nyai Kesumasari binti Sultan Sa'ad, 3 peti emas sebagai mahar dari Syarif Abdurrahman
3. 65 istri yang lain masing2 Satu peti emas
4. Jumlah anak keturunan Sultan Abdurrahman : 101 anak
Syarif Abdurrahman juga berlayar dan berdagang di Johor kawasan Selat Malaka, Palembang, Banjarmasin, daerah Pasir Borneo timur
Di daerah Pasir, Syarif Abdurrahman menikah dengan Ratu Syahranum Putri Kerajaan Banjar (1768 M - 1184 H) kemudian Syarif Abdurrahman mendapat gelar Pangeran Syarif Abdurrahman Nur Alam ( Yang maksudnya Pangeran yang menerangi Cahaya Alam)
Beliau jaga meneruskan perjalanan ke Balik Papan serta mengeliligi wilayah Kaltim, dan sempat singgah menemui adik kandungnya :
Pangeran Indra Giri Syarif Ahmad yang menikah dengan Putri Ajie Meter, :
Selanjutnya beliau meneruskan berlayar hingga ke Papua terus menyeberangi Samudra laut Jawa ke Surabaya.
Dari Surabaya beliau mendapat kabar Abah nya Syarif Husein yang sakit kemudian beliau pulang ke Mempawah. Seminggu setelah Abdurrahman tiba di Galah Herang Mempawah
Sayyid Syarif Husein wafat pada hari Rabu,3 Dzulhijjah 1184 H - 1771 M, Setelah Sholat Zuhur, beliau berpulang Kerahmatullah dalam usia 64 tahun
PENDIDIKAN SAYYID HUSEIN
Sayid Syarif Husein yang mendapat pendidikan berawal dari orangtua beliau sendiri sampai umur 18 tahun.
Selain itu beliau juga belajar dari ilmu pengetahuan Umum.,
Kemudian beliau mengembara ke Negeri Kulaindi salah satu Kota Besar Yaman Selatan, untuk belajar ilmu agama dan umum kepada Syed muhammad Hamid , disini kemudian beliau di nikahkan dengan anak beliau Zahara di usia 19 tahun dan memperoleh seorang anak, menetap selama 4 tahun, nantinya beliau menikah lagi dengan Khodijah dan memperoleh 3 orang anak,
Setelah 4 tahun, di Kulaindi, beliau pulang ke Negerinya di Tarim Ar Ridha, istrinya melahirkan 13 anak, sehingga beliau memiliki 17 orang anak dengan 2 istri.
Setelah merasa cukup menguasai di siplin ilmu dan olah jiwa serta wawasan mancanegara, serta menguasai ilmu pelayaran dan perdagangan, di mulai dari dari Teluk Persia hingga ke Kalkuta Pantai Afrika barat dan Bangladeh, maka beliau mulai mengatur strategi untuk berangkat Ke Asia Benua melayu dengan tujuan terselubung dagang dan Da"wah serta merahasiakan tujuan utama yang sebenarnya ( Menghidupkan Fam Alqadri )
Sejarah hanya mengupas perjalanan beliau dari Yaman dan beberapa tempat Negara yang beliau singgahi hingga sampai ke Borneo, Kalimantan Barat, tetapi tidak menjelaskan secara detail setiap daerah yang beliau singgahi, bersama dengan ke 4 Sahabat dan berapa lama beliau tinggal.
Sesungguhnya Sayid Husein Al-Kadri Jamalulai memiliki 12 orang istri dan 42 anak, anak yang pertama bernama Sayid Aqil Jamalulai dan anak yang terakhir Syarif Ahmad Al-Kadri dengan ibu Nyai Piring.
Tidak di jelaskan juga secara rinci kapan Sayid Husein Al-Kadri merantau, sesungguhnya beliau hijrah dari dari Yaman sekitar umur 40 tahun dengam meninggalkan 2 istri dan 17 anak.
1. Sayid Husein sendiri
2. Abu bakar Alidrus ( Tuan besar Aceh)
3. Umar Assegaf (Tuan besar Siak)
4. Sayid Ahmad bin Muhamad Usman Alquds (Tuan Dato Narang) kemudian menetap di Trengganu
Ada koreksi: yang kurang diperhatikan pencatat sejarah bahwa umumnya ulama Arab jika merantau atau ber da wah, apalagi setingkat Ulama, rata - rata mereka yang berumur paling sedikit 40 tahun, karena banyak menimba ilmu agama dan kebanyakan mereka yang telah menikah di kampung halamanya sendiri,
Hal ini dapat di ketahuinya salah satu Sahabat Beliau di Panggil Datu ketika menginjakkan kaki di Singgapura karena usia beliau memang lebih tua dari ke 3 Sahabatnya, dan termuda saat itu hanya Sayid Husein sendiri berkisar antara 40 tahun sedangkan ke 3 Sahabat itu beliau juga di atas usia 45 tahun terkecuali Dato narang saat itu juga usianya sekitar 55 Tahun, sehingga penduduk setempat memanggil beliau Dato ( Melayu Singgapur
Dari catatan sejarah belajar dengan ayahnya hingga usia umur 18, belajar dengan gurunya 4 tahun serta belajar ilmu pelayaran dan perdagangan sambil berusaha, waktunya di habiskan bolak balik Afrika, Banglades dan beberapa Negara lainnya, untuk berdagang telah menyita banyak umurnya, sehingga ketika umur 40 - 41 barulah beliau mengadakan Pelayaran ke Asia, tepatnya singgah ke Singgapura, kemudian masuk ke Indonesia, namun sebagian ada yang mengatakan beliau ke Asia ketika umur beliau mendekati umur 39 - 40 dan itu dapat di terima
Maka berangkatlah Sayed Husein dari Negeri Kulaindi menuju Aceh.,
Kalimat ini sudah terlanjur tersebar di dunia maya melalui google dan sejenis., sedangkan Sayid Husein Al-Kadri hanya belajar selama 4 tahun kemudian pulang ke tempat kelahiran beliau bersama 2 orang istrinya, kemudian belajar ilmu perdagangan dan pelayaran di Afrika sambil membawa barang dagangan, hingga menginjak usia hampir 40, sedangkan beliau belajar dengan guru nya ketika umur 18 tahun, menikah umur 19 hanya selama 4 tahun belajar ilmu agama dan umum kepada gurunya, artinya umur 22 tahun, beliau pulang dari tempat guru sekalian mertua, kembali ke rumah beliiau, di Aridha Hadramaut Yaman
Jelas terjadi kesalahan sejarah (fiktif) yang seharusnya berangkat dari rumah beliau Aridha Hadramaut Yaman ke Aceh, walaupun kenyataan beliau bermukim di Singgapura dalam waktu yang cukup lama sehingga ia sempat menikah dan memiliki 2 anak, tetapi saat itu beliau sudah bolak - balik ke Aceh hingga ke Pulau jawa dan ahirnya beliau menetap di Aceh
Dalam babat sejarah beliau dari Ar ridha Hadramaut Yaman hanya berangkat bertiga saja, sebab salah satu sehabat beliau bermukim di Banglades, sehingga beliau bertiga harus ke Banglades terlebih dahulu baru berangkat, akan tetapi justru Sayed Husein agak lama tinggal karena cuaca buruk sehingga memutuskan untuk menikahi gadis Banglades dan memiliki 3 anak,
Dari bangladesh beliau mengatur strategi untuk berlayar melewati pinggiran pantai baru menyeberangi Samudra karena satu satunya jalan dan tidak ada jalan lain.
Tetapi Allah berkehendak lain, ketika melewati Samudra mereka di hantam ombak besar, atas ijin Allah melalui perantaranya, beliau mendapat pertolongan, sehingga rencana mereka berlayar lebih dari 1 tahun ternyata dalam 3 bulan mereka telah sampai di Singgapura
Tetapi mereka rahasiakan Kepada umum
Ketika sampai di Singgapura salah satu sahabat beliau di pangil Datu ( karena sudah tua dari yang lain yang selanjut setelah tinggal di Trengganu beliau di panggil Dato Marang ) Sayid Husein kemudian menikah dapat 3 anak di Singgapura, sambil bolak balik ke Aceh, Semarang, Jakarta, Trengganu, Siak termasuk Sulawesi untuk berdagang dan da wah
Sahabat beliau Abu bakar Alidrus melanjutkan perjalanan di Aceh dan menjadi Tuan Besar Aceh, ketika Sayid Husein berdagang dan da wah ke Aceh Tuan besar Aceh menikahkan beliau dengan Cut Helmira dan memiliki 1 anak
Selain itu beliau juga menikah dengan Zahara Assegaf binti Zein dan memiliki 1 anak di Tanjung periok. Sayid Husein juga berda wah dan berdagang Trengganu, Siak, Betawi sempat tinggal 7 bulan. Sementara Sayid Muhammad bin Ahmad Alquds beliau memelih menetap di Trengganu beliau lalu di Panggil Dato Marang
Tetapi mereka tetap selalu bersama sama sehingga mendapat gelar Sahabat Empat
" Hanya Al Qadri yang bisa menelusuri dan mengenali kaum kerabat Al Qadri, karena sama jalurnya dan adanya hubungan darah serta kekeluargaan mereka" Selain Al Qadri, tentunya mereka lebih baik fokus menelusuri jalur mereka masing-masing" Karena Al Qadri terlalu besar puak nya dan terlalu luas sebarannya di Nusantara ini" Sultan Pontianak ke. IX.
6.1. Sayidah Cut Zahara
6.2. Tengku Syed Jainudien Jamalulai
6.3. Tengku Syed Jainudien Maulana Malik Husein
Selama berada di Aceh beliau sering mengunjungi pulau jawa bersama sahabatnya yang juga sudah berkeluarga., beliau juga sering ke Sulawesi untuk melaksanakan tugas dawah dan mulai melirik pulau Kalimantan., karena sesuai dengan petunjuk Syech beliau harus menetap di Matan., tetapi masih di urungkan karena beliau harus membesarkan Anaknya yang di Aceh
Dari istri yang ke 6 beliau memperoleh anak 3, sehingga keturunan beliau ada menjadi lebih 25 orang
Ternyata ketika beliau bola balik dari Singgapura., Aceh., Jawa, Batavia, Sulawesi., Syed Husein memutuskan untuk menikah lagi dengan Syarifah Zahara Assegaf binti Zein dari Tanjung priok Batavia Jakarta., sebagai
istri yang ke 7 dan memiliki anak satu :
7.1. Ahmad Jamalulai, Dari istri yang ke 7 beliau memiliki 1 anak, sehingga menjadi 26 anak
PERJALANAN DA"WAH KE SULAWESI
Kemudian beliau membagikan 3 peti emas kepada ke 3 istrinya, agar dapat di tinggal dalam waktu yang lama untuk merantau dan berdawah ke Sulawesi .
Setelah membagjkan 3 peti emas kepada 3 istrinya, Syed Husein berangkat ke Sulawesi untuk memenuhi undangan Daeng Celak (Syed Syech Abdullah Adeni Qaulan Jajirah), kemudian beliau di minta untuk menikahi anaknya Utien Kasmiri binti Daeng Celak untuk mengikat hubungan kekeluargaan,
Dari pernikahan ke 8 , ini beliau memiliki anak :
8.1. Syarifah Utien Kesumasari
8.2. Abu Bakar Jamalulai
8.3. Ahmad Alqadrie Jamalulai, Sehingga dari 8 istri beliau memiliki anak 29 orang
Setelah merasa cukup tinggal di Sulawesi, beliau dengan ke 4 temannya yang mencoba untuk bersilaturahmi dan berangkat ke Matan, lalu Daeng Celak ikut rombongan itu untuk bertemu dengan abang beliau Opu Daeng Manambong (Syed Syech Abu Bakar Adeni Qaulan Jajirah)
Namun sebelum menuju ke matan beliau justru nyasar di daerah pegunungan Peniraman secara tidak sadar digerakan oleh Syech Madudhudini Kharomani, agar menepati janjinya memberi nama Pegunungan Peniraman dengan nama (Bukit Sahabat Empat) terdiri dari 2 gunung yang berdempetan di peniraman, 1 gunung di Sungai Daya (saat itu belum ada nama dan 1 gunung sungai cina sekarang Nusapati)
PERIODE KEHIDUPAN DI MATAN DAN MEMPAWAH BORNEO
Setelah sampai di matan sebelum memasuki Kesultanan matan beliau mengatur strategi, bagaimana caranya bisa di terima, sementara 2 sahabat kembali ke tempatnya masing2, ketika menerima jamuan sesuai adat setempat., maka sahabat Syed Husein membuat ulah dengan mematahkan kacip pinang., melihat hal tersebut Sultan kurang senang hati dengan menunjukan wajah yang muram,
Syed Husein segera mengembalikan kacip seperti semula,
Melihat kejadian., maka Sultan segera mengangkat beliau sebagai Mufthi dan Penasehat Kesultanan., kemudian Syed Husein di nikahkan dengan anak beliau Uten Chendramidi (Nyai Tua) binti Sultan Muhammad Zainudin Matan dari Istri beliau suku Daya Setempat.,
Ketika Nyai Tua melahirkan Syarifah Khodijah Al - Kadri., Nyai Tua meninggal Dunia.,
Mendung menyelimuti keluarga besar Kesultanan Matan dan Syarif Husein .,
Syarif Husein meminta agar almarhumah Utien Kabanat di makamkan di mempawah., sebab di saat itu beliau juga sudah dekat dengan Opu Daeng Manambong ( Syed Syech Abu Bakar Adeni Qaulan Jajirah).
Ketika Nyai Tua meninggal dunia sahabat Syarif Husein yang berada di negeri Matan "Tuan Janggut Merah, Sayid Hasyim bin Yahya" juga hadir dan menyampaikan belasungkawa., dan berkata terimah kasih telah berbagi ilmu (peristiwa Kacip) maka kemudian mereka berpelukan.,
Panggilan utin berubah kembali ketika Sultan Abdurrahman menikah dengan Putri Utien Candramidi, yang namanya sama dengan nama ibunya ini, putri Opu Daeng Manambon itu.
Maka istri Syed Husein di panggil Utien Kabanat)
Dari hasil pernikahan dengan Nyai Tua di peroleh anak :
1. Syarifah Aisyah Awaliah
2. Sultan Syarif Abdurrahman Al - Kadri
3. Syarif Alwi ( Tuan Bujang karena tidak menikah )
4. Syarifah Khodijah, Nyai tua kemudian wafat.
Setelah 3 bulan meninggalnya Nyai Tua,
Sultan Muhammad Jainuddien kemudian menikahkan Syarif Husein Al - Kadri dengan putri tengah nya "Utin Krinci Srikandi" ( Nyai Tengah) dengan maksud agar adiknya bisa merawat Anak kakak nya dengan sempurna.,
Sebab menurut penglihatan Kasyaf beliau di antara anak Nyai Tua memiliki Cahaya Pembesar (Tanda - tanda menjadi Raja atau Sultan di Negeri ini)
Hasil pernikahan dengan Nyai Tengah sebagai istri ke 2 di Boerneo memiliki banyak anak :
1. Syarif Muhammad Tuan Minta, Kelak merantau ke Sarawak
2. Syarif Abu Bakar Al - Kadri Tuan Abu Panglima Laksamana I
3. Syarif Ali Al - Kadri, Kelak merantau ke Brunei
4. Syarifah Aisyah Al - Kadri ( Kelak menikah dengan Raja Kubu )
5. Syarifah Fatimah Al - Kadri
Sehingga jumlah menjadi 38 orang dgn istri 10 orang
Selain itu dalam waktu yang tidak terlalu lama Syarif Husein Al - Kadrie juga menikah lagi dengan Utien Kesumasari ( Nyai Bungsu )
dan memiliki anak :
1. Syarifah Noer Al - Kadrie
2. Syarifah Maryamah Al - Kadri dan
3. Syarif Ahmad Al - Kadri ( Tuan Umat beliau juga di kenal dengan Pangeran Adiwijaya Garut - Pangeran Giri )
Sehingga jumlah anak beliau 41 orang dengan istri 11 orang
Untuk selanjutnya Syarif Husein Al - Kadri terakhir menikah dengan Nyai Piring dan memiliki
1. Syarif Ahmad Al - Kadri, Kelak menetap di Utara Borneo dan
2. Syarifah Muhsena Al - Kadri (Meninggal di waktu kecil )
Dengan demikian Sayyid Husein mempunyai 42 anak keturunan,
dari 12 x menikah dan memperoleh keturunan dari 11 istrinya,
Sementara hanya 1 istri yang tak berketurunan