By : Maktab NanGq1857
MAKTAB NANGQ 1857
Dewan Pimpinan Pusat
Kantor Pemeliharaan Dan Statistik Sejarah Ahlulbait
Pangeran Bendahara Syarif Ja''far
Bin Sultan Syarif Hamid I Alkadri Pontianak
Jalan
Seliung
SEBELUM ABDURRAHMAN MENJADI SULTAN
Syarif Abdurrahman bin Sayyid Husein Alkadri lahir dan di
besarkan di 2 Kerajaan / Sultan
1. Di besarkan di Kesultanan Matan Ketapang Sultan Muhammad
Jainuddin
2. Kerajaan Penembahan Mempawah Opu Daeng Manambon
Sayid Syech Abu bakar Aldeni Qaulan Jazirah
Sayyid Husein bin Ahmad Alkadri masuk Matan pada tahun
1724 / 1142 H tepatnya Awal Desember 1724 M ,/ atau
Ahir Jumadil Stani 1142 H
Beliau masuk melalui pulau Sulawesi bersama sahabat empatnya
yaitu :
1. Sayid Husein Alkadri tuan besar mempawah
2. Sayyid Abu Bakar Alidrus (tuan besar Aceh)
3. Sayyid Umar Assagaf (tuan besar Siak)
4. Sayyid Muhammad Alquds (tuan besar Trengganu Malaysia)
Mereka sempat nyasar ke Gunung Peniraman ketika akan menuju
ke Matan, Ahirnya setelah beberapa Sa'ad dan memperhatikan gunung Peniraman
Ahirnya mereka berkata sebaiknya gunung ini di beri nama Bukit Sahabat Empat
puncak gunung Sahabat empat saat itu istilah gunung Peniraman belum di kenal
Setelah itu mereka menuju Istanah Penembahan Kerajaan
Mempawah, pada saat itu Raja Opu Daeng Manambon menawarkan agar menetap di
Mempawah, tetapi Sayid Husein Alkadrie menegaskan bahwa beliau siap untuk
bekerja di mempawah, tetapi mereka harus terlebih dahulu kematan bersama
rombongan sahabatnya
Setelah istirahat beberapa hari berdasarkan petunjuk pasukan
Opu Daeng Manambon ke empat Sahabat berangkat ke Matan, setelah Sayid Husein
Alkadrie di pastikan menetap di Matan ke empat Sahabat kembali lagi ke
tempatnya masing-masing
Diperkirakan di Matan Sayid Husein Alkadri menjadi Mufthi
Matan dan menetap dari tahun 1724 M - 1739 M, saat itu beliau sudah
memiliki dua istri dengan anak sebanyak 9 orang, semuanya lahir di Matan,
setelah merasa cukup dan hubungan dengan Sultan Matan agak renggang, beliau
menerima tawaran Opu Daeng Manambon untuk menjadi Mufthi Mempawah di mana
tawaran tersebut yang ke tiga kalinya yaitu :
Bukit Peniraman Gunung Sahabat Empat Sungai Pinyuh
Mempawah
1. Ketika pertama kali bertamu ke Istanah Amantubilah pada
saat nyasar di gunung Sahabat Empat Peniraman
2. Ketika utusan datang membawah surat dari Raja Opu Daeng
Manambon untuk menagih janji Sayid Husein Alkadri untuk menjadi Mufthi
Mempawah, yang membuat Sultan Matan membuat ulah agar Sayid Husein Alkadri
segera memenuhi permintaan Raja Opu Daeng Manambon
3.Ketika Utusan dari Mempawah datang yang kedua kalinya,
maka saat itu juga Sayyid Husein Alkadri langsung pamit kepada Sultan Muhammad
Jainuddin, untuk memenuhi janjinya yang pernah di ucapkan
Masjid Agung Sultan Syarif Abdurrahman Alkadri di bangun
pertama kali pada Ahir tahun 1771 M / 1192 H, Peletakan batu pertama pada
hari Kamis Siang 14 Rajab 1192 H / 1771 M, dengan melepaskan tembakan
meriam sebanyak tiga kali yaitu
1. Tembakan pertama jatuh di selat landak pertigaan antara
sungai Kapuas dan landak ke aliran sungai kecil sungai beting, di sini kemudian
di bangun Masjid dengan nama Masjid Syarif Abdurrahman Alkadri
Masjid ini pertama kali di bangun oleh Pangeran Nur Alam
Syarif Abdurrahman Alkadrie dengan bantuan pembersihan oleh pasukanya yang
sering ikut bersama Beliau dalam pelayan mereka adalah padukan yang berasal
dari Etnis Dayak Matan yang membantu membersihkan lahan sekaligus ikut
mencarikan bahan Kayu Ulin / Belian sebagai tiang pancang yang di pesan di
Daerah Sanggau
2. Tembakan kedua jatuh di sebarang sungai kecil sekitar 300
Meter yang kemudian di bangun Istanah Kadriah, juga di antara pertigaan sungai
landak Kapuas dan aliran sungai beting dari arah Siantan berada di sebelah
kiri
Makam Kesultanan Kadriah Pontianak Jalan Katulistiwa
Kelurahan Siantan Hulu Kecamatan Pontianak Timur Kota Pontianak Kalimantan
Barat Indonesia
,3. Tembakan ketiga jatuh sekitar 3 KM di batu Layang,
kemudian di jadikan areal pemakaman Keluarga Alkadri saat itu, kemudian di
rubah Makam Kesultanan Kadriah Pontianak Batu Layang
Nama batu Layang karena di belahan Sungai Kapuas terdapat
Batu yang meninggi seperti Batu Melayang dan di samping makam batu Layang juga
terdapat tiga buah batu, batu pertama menyangga dua buah batu besar sehingga
jika di lihat dari jauh batu tersebut seperti melayang
Batu Layang Kelurahan Batu Layang Siantan Hulu Kecamatan
Pontianak Timur Kota Pontianak Kalimantan Barat Indonesia, saat ini batu
tersebut sudah di tumbuhi pepohonan dan semak sehingga sudah hampir tidak
kelihatan lagi batunya batu ini jika di lihat dari Makam Kesultanan berada di
muara Pertemuan sehingga membelah dua sungai Kapuas berbentuk seperti Pulau
batu yang melayang di atas air, selain itu di samping makam Kesultanan juga
terdapat tiga buah batu yang juga mirip melayang, sekarang juga sudah di tumbuhi
Demak belukar
Selai itu Batu Layang juga bermakna tempat perhentian
istirahat Mushafir keluarga Kadriah Pontianak saat bertemu simpang tiga
sungai Landak Kapuas dan aliran sungai beting dan juga sebagai tempat
perhentian dan istirahat Sultan - Sultan dan kerabat Kesultanan dalam bentuk
satu Komplek makam Batu Layang
Istanah Amantubilah Penembahan Kerajaan Opu Daeng Manambon
Mempawah
Setelah hampir 15 tahun menjabat Sebagai Mufthi Kesultanan
Matan, maka pada hari Isnain 8 Muharam 1160 H / 1739 M, Rombongan
bertolak dari Kesultanan Matan menuju Ke Kerajaan Penembahan Mempawah Opu Daeng
Manambon dengan melewati jalur laut
Setelah hampir 3 hari berlayar menempuh jalur laut tibalah
Sayyid Husein Ibnu Ahmad Alkadri bersama rombongan dan anaknya dimuara Kuala
Mempawah
Kondisi muara Kuala Mempawah sekarang rencana akan di
jadikan pelabuhan Internasional 2010 M, karena alurnya dangkal sehingga
di pindahkan ke Sungai Kunyit Kijing
Di muara Kuala Mempawah rombongan di sambut oleh rombongan
Penembahan Kerajaan Mempawah dan Masyarakat Mempawah, mereka sangat antusias
terutama rakyat Kerajaan Penembahan Mempawah karena dalam isi surat balasan
Sayyid Hujan Alkadrii selain akan menjadi Mufthi beliau juga ingin berda'wah
menyebarkan agama Islam dan membentuk majlis pengajian dan hadroh
Setelah berada di Istanah Amantubilah Penembahan Kerajaan
Mempawah beberapa hari kemudian beliau mulai membuka pemukiman untuk tempat
tinggalnya di gala herang, sekarang menjadi areal Pemakaman Sayyid Husein
Alkadri
Dulu 1769 M antara rumah Sayyid Husein Alkadri hanya
berjarak 50 M dari makam beliau yang terbuat dari kayu Ulin / Kayu Belian
terbaik yang di perkirakan berukuran 10 x 17 Meter dengan ruang tamu yang lurus
hingga ke dapur dan terdapat 7 buah kamar tidur kecil berukuran 2 x 2 meter
kemudian di bangun juga sampiran dapur yang luasnya 10 x 7 M untuk ruang dapur
dan ruang keluarga
Bentuk rumah seperti panggung sehingga bisa berjalan di
bawah kolonganya
Rumah ini di buat tinggi karena saat itu bahkan hingga
sekarang merupakan daerah yang rawan banjir
Di perkirakan tahun 1980 M, Rumah panggung ini di robohkan
oleh anak ,- cicit Sultan Syarif Kasim Alkadri untuk perluasan areal makam
kemudian di buat jadi 3 buah rumah penjaga dan merawat areal makam tersebut
karena masyarakat umum juga di ijinkan berwakab di areal makam Sayid Husein
Alkadri
Posisi rumah tinggal Sayyid Husein Alkadri saat ini pas
berdirinya Surau Sayyid Husein Alkadri yang di jadikan sebagai tempat ibadah
Sholat jamaah yang berjiarah di makam Sayyid Husein Bin Ahmad Alkadri
Jamalullail
Pada saat pindah usia Syarif Abdurrahman sudah menginjak
usia 9 tahun dan beliau sudah lancar membaca huruf - huruf Alqur'an dan sering
juga datang ke Sebukit ramah berlatih ilmu olah kanuragan dengan Opu Daeng
Manambon Sayid Syech Abu bakar Aldeni Qaulan Jazirah
Demikian juga adiknya Syarif Abu bakar yang berusia 5 tahun
juga sering ikut belajar ilmu olah kanuragan bersama Opu Daeng Manabon
Karena kesungguhan mereka berlatih sehingga Opu Daeng
Manambon Sayid Syech Abu bakar Aldeni Qaulan Jazirah mengkhususkan mereka untuk
berlatih setiap selesai belajar Mengaji dan mengkaji Al - Qur'an
Pada usia hampir 15 tahun Opu Daeng Manambon memberi adiknya
sebuah sarung yang terbuat dari tembaga meruncing mirip cakar Harimau
Hal itu karena Opu Daeng Manambon sering melihat Syarif Abu
bakar mengawasi ayam sambung jika sedang berlaga di atas bukit ramah dan tidak
pernah melihat ayam sabung Opu Daeng Manambon kalah
Sehingga tertarik belajar ilmu cakar Ayam, karena itu Opu
Daeng Manambon lalu memesan sarung cakar yang terbuat dari tembaga di Daerah
Matan karena terdapat seorang pengrajin
Sarung tersebut kemudian di berikan ke abu bakar dengan cara
memasangnya di lapisi terlebih dahulu dengan kain yang lembut sehingga tidak
lecet
Setelah mahir maka Opu Daeng Manambon memberi gelar untuk
pertama kalinya dengan sebutan ""Panglima Wakar""
Sementara Syarif Abdurrahman Alkadri beliau beri gelar
Pangeran Cakra Buana karena mahir dengan jurus Elang Buana dengan Cakar yang
menusuk sehingga di sebut Cakra yang berma'na Cakar yang menusuk
Sedangkan Adiknya Syarif Abu Bakar Alkadri Panglima Wakar
sebab jari - jarinya siap merobek
Opu Daeng Manambon berpesan suatu saat ilmu - ilmu olah Kanu
ragan yang di pelajari akan bermanfaat sekali di setiap Medan apa saja jika
bertemu musuh atau orang yang ingin berbuat kerusakan
Baik Syarif Abdurrahman Alkadri maupun Syarif Abu Bakar Alkadri setiap ada pertandingan Olah Kanu Ragan beliau sering ikut bertanding untuk mengukur keberhasilan mereka dalam belajar ilmu olah kanuragan kepada Opu Daeng Manambon Sayyid Syech Abu bakar Aldeni Qaulan Jazirah, keduanya tidak pernah putus asa jika terjadi kekalahan dalam bertanding, karena terlalu sering bertanding sehingga keduanya sangat mahir melihat titik kelemahan lawan, untuk selanjutnya mereka praktekan di bukit Rama di dalam pengawasan Opu Daeng Manambon,
sehingga pertandingan - pertandingan berikutnya dapat di pastikan mereka akan menang karena tingkat pemahaman yang di ajarkan Opu Daeng Manambon Sayyid Abu Bakar Alkadri Jamalullail telah mereka pahami dengan baik, sehingga membuat Raja Mempawah ini sangat senang sekali atas keberhasilan kedua anak Sayid Husen Alkadri Mufthi Mempawah tersebut
Selain itu Opu Daeng Manambon juga mengajarkan keduanya
jurus mengunakan pedang, tombak termasuk Samurai sebab suatu saat akan
berhadapan dengan senjata - senjata tersebut baik ketika mengikuti pertandingan
maupun ketika berlaga di suatu pertempuran yang saling berhadapan satu sama
lainya
beliau juga di ajarkan menggunakan cara memanah di seBukit
Ramah
Panahan atau memanah adalah teknis yang sering di lakukan
oleh pasukan - pasukan terdahulu dalam pertempuran jarak jauh ini perlu di
latih termasuk cara menghindar dengan mengunakan tameng yang terbuat dari kayu
yang di lapisi besi atau baju besi
Memanah adalah suatu teknik tertumpuk pada daya tahan tubuh
agar memiliki pusat perhatian pada titik yang telah di tetapkan agar ketika
busur di lepaskan tepat sasaran
Sebab memanah memerlukan kekuatan tenaga dan otot sehingga
bisa menguras tenaga jika panah yang di gunakan terlalu besar dan busur yang
panjang, akan tetapi cara ini sangat efektif untuk menjatuhkan lawan
Selain itu Opu juga mengajarkan cara berkuda dan teknis
memanah dengan cara berkuda, beliau memiliki 7 ekor kuda yang di dapatkan dari
Pulau Jawa tujuanya hanya untuk berlatih
Sebab pada saat itu kuda masih sangat langkah dan sulit di
dapatkan, maka kebanyakan pasukan hanya lewat laut dengan perahu layar jika
ingin berperang kemudian menyusul di daratan dengan berjalan kaki
Hanya Raja dan Panglima perang saja yang mengunakan kuda
jika terjadi perang daratan
Sementara Sayyid Husein Alkadri tetap memantau perkembangan
anak - anaknya dan fokus mendidiknya di bidang pendidikan Agama termasuk
mengajar kedua anak Opu Daeng Manambon Gusti Jamiril Kecil dan Putri Utin
Chandramidi secara khusus terpisah dengan masyakat atau Rakyat Kerajaan yang
belajar ilmu agama dan mengaji, sehingga selain sebagai Mufthi Sayid Husein
Alkadri juga di dibukan dengan mengajar ilmu agama, melatih Gambus, dan
kesenian agama dengan mengunakan Rabana dalam bersholawat
Selain itu Sayid Husein juga mengajarkan ilmu Syufisme
Tasawuf dengan mengunakan Tarekat Qadriah yang di ajarkan kepada Rakyat
Kerajaan Mempawah dan para pembesar Istanah secara khusus
Sehingga ciri - ciri ke islaman yang lebih di tonjolkan sebab itu anak - anak Sayyid Husein Alkadri juga sangat mahir memainkan alat tersebut terutama dalam latihan dan acara Dzikir Najam sebagai pengerak semangat dalam belajar ilmu Tarekat dan lainya sering beliau padukan dengan bersholawat sebagai daya tarik agar Rakyat dan pembesar Istanah tertarik iku belajar ilmu agama
Kondisi Masjid Jami' Kesultanan Kadriah Pontianak sekarang,
dulu Masjid ini merupakan Masjid terbesar di Kesultanan Kadriah Pontianak dan
satu - satunya Masjid bersejarah pertama di Pontianak 1771 M - 1192 H
Pada saat usia Syarif Abdurrahman Alkadrie memasuki usia 18 tahun,
Opu Daeng Manambon menyampaikan hajatnya kepada Sayid Husen Alkadri agar
anaknya Putri Utin Chandramidi segera di jodohkan dengan Syarif Abdurrahman
Alkadrii karena saat ini tidak ada yang bisa menikahi Putri Utin Chandramidi
selain Syarif Abdurrahman Alkadri hal tersebut untuk menjaga agar Nasab anak
perempuannya tidak terputus, Sabab pada saat itu Ahlulbait Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wassalam benar - benar masih sangat langkah jika di sesuaikan
dengan umur mereka berdua sangat sepadan dan Ideal
Syarif Abdurrahman Alkadrie berusia 18 tahun sedangkan
Putri
Utin Chandramidi berusia 17 tahun
Dari hasil pembicaraan tersebut Sayid Husein Alkadri meminta
sebaiknya keduanya segera di jodohkan dengan memberi tahu keduanya
Maka di tetapkankanlah hari baik tepatnya hari Isnin 27 Rajab 1169 H - 1748 M,
Tepat ba'da Isya keduanya di Panggil di ruang
Pribadi Kerajaan di mana telah hadir Opu Daeng Manambon Sayyid Syech Abu Bakar
Aldeni Qaulan Jazirah Raja Mempawah dan Anaknya Putri Utin Chandramidi serta
Sayid Husein Alkadrie dan Syarif Abdurrahman Alkadri, baik ibundah Putri
Utin Chandramidi yaitu Maharatu Kesumbi maupun ibundah Syarif Abdurrahman
Alkadri Nyai Tua sudah wafat sebelumnya
Dari hasil perbincangan tersebut kedua orang tua menjodohkan
Putri Utin Chandramidi dengan calon Suami Syarif Abdurrahman Alkadri
Putri Utin. Menyanggupi perjodohan tersebut
Dengan meminta
mahar mas kawin tujuh peti emas
Mendengar persyaratan yang memberatkan tersebut
Maka secara
spontanitas Syarif Abdurrahman Alkadri menyampaikan Nazarnya di depan kedua
orang tua dengan Putri Utin Chandramidi
Jika seandainya Paduka, Ulun mampu memenuhi Syarat maskawin
tersebut
Maka :
""Paduka, Ulun Bernazar akan memiliki 101 orang
anak dan tidak akan berhenti menikahi perempuan lainya sebelum Jumlah 101 anak
tersebut terpenuhi""
Mendengar ucapan tersebut Putri Utin. Chandramidi memerah
wajahnya dan memandang ayahnya Opu Daeng Manambon Sayyid Syech Abu Bakar Aldeni
Qaulan Jazirah""
Opu Daeng Manambon Sayyid Syech Abu Bakar Adeni Qaulan
Jazirah Raja Mempawah justru menjawab Amiiin
Sehingga Putri Utin Chandramidi tertunduk lesu lalu
spontanitas berkata
Ulun Putri Raja Mempawah juga akan bernadjar, jika suatu
saat nanti dirinya telah meninggal dunia maka jangan di makamkan di samping
Syarif Abdurrahman Alkadri calon suaminya jika sudah menjadi suami dan jangan
juga di makamkan di samping ayahnya Opu Daeng Manambon Sayyid Syech Abu Bakar
Adeni Qaulan Jazirah dan tidak juga di makamkan dekat ibundahnya di Samping
Istanah Amantubilah
Tetapi makamkanlah di samping kiri makan Calon Ayah mertua
Putri
Sayid Husein Alkadri sebab nantinya yang mengapit Sayid
Husein Alkadri sama - sama bernama Utin Chandramidi yaitu istri Sayyid Husein
Alkadri yang di kenal sebagai Nyai Tua dan Utin Cabanat, maka secara
Spontanitas baik Opu Daeng Manambon Sayyid Syech Abu Bakar Adeni Qaulan
Jazirah, Sayyid Husein Alkadrie dan Syarif Abdurrahman Alkadrie mengaminkan
Nazar Putri Utin Chandramidi
Untuk selanjutnya kedua orang tua tersebut hanya tersenyum
melihat kelakuan kedua anaknya
Maka Sayyid Husein Alkadri meminta waktu Tiga Bulan
Untuk memenuhinya Syarat tersebut
Sesuai janji Sayid Husein Alkadrie meminta waktu Tiga bulan,
Setelah tiba waktunya beliau dengan Rombongan keluarga dan Masyarakat Galah
Herang mengantarkan antaran di lengkapi dengan persyaratan lainya dengan baik
perahu menuju Ke Sebukit Rama untuk mengantaran Maskawin
1. Rstu Mempawah Putri Utin Chandramidi binti Opu Daeng
Manambon Sayyid Syech Abu Bakar Adeni Qaulan Jazirah sekaligus perlengkapan
pernikahan sesuai tradisi Adat Kerajaan Opu daeng Manambon Sayyid Syech
Abu Bakar Adeni Qaulan Jazirah
Maka di laksanakan lah pesta selama 40 hari dengan
mengundang para Raja dan Sultan yang ada di. Kalimantan Barat Borneo Barat dan
Rakyat Kerajaan Mempawah
Adapun rangkaian acara tersebut adalah :
1. Menyampaikan antaran maskawin sekaligus Akat nikah sesuai
tradisi adat Kerajaan Mempawah yang di lakukan Kedua belah pihak laki laki dan
perempuan, selesai akad nikah sungkuman kepada kedua orang tua dan sanak
kerabat terdekat serta meminta Rido dan restu kepada kedua orang tua sanak
saudara termasuk yang hadir
2. Hari pertama hingga sampai hari ke 14 belas undangan
Kuhsus Para Raja, pembesar, Istanah panglima dan Pangeran dari berbagai urusan
Kerajaan dan Kesultanan yang ada di Borneo Barat
3. Hari ke 14 sd 30 undangan Untuk para pedagang saudagar
dan Rakyat dari berbagai lapisan masyarakat di serta dengan hiburan rakyat juga
di undang para Pasukan dari Kerajaan / Kesultanan yang lainya
4. Hari ke 30 - 40 masa - Mada pembersihan mandi bersih dan
mandi ramuan bahwa penganti sudah Syah sebagai suami istri kemudian sungkeman
terhadap masing kedua keluarga hingga genap sampai 40 hari di tutup dengan
mandi Do'a selamat dan tolak balak menurut tradisi Kerajaan Opu Daeng Manambon
Sayyid Syech Abu Bakar Adeni Qaulan Jazirah
Setelah semua rangkaian sudah selesai selama 40 hari
berikutnya sudut Galur dalam bentuk mengunjungi sanak saudara yang di lakukan
hingga sampai 14 hari lamanya, untuk mengenal kedua saudara dari pihak
laki laki maupun pihak perempuan
Masjid Jami Kesultanan Kadriah Pontianak bagian dalam untuk
ruangan Sholat terletak di Kampung Beting Kelurahan Bugis Kecamatan Pontianak
Timur Kota Pontianak Kalimantan Barat
Setelah tiga bulan menikah dan di yakini istrinya Ratu
Mempawah Utin Chandramidi HAMIL
((Dari pernikahan dengan Putri Mempawah Utin Chandramidi
memperoleh 4 anak laki-laki dan 3 anak perempuan jumlah anak 7 orang
salah satunya adalah Sultan Syarif Kasim Alkadrie bin Sultan Syarif Abdurrahman
Alkadrie Sultan Ke II Istanah Kadriah Pontianak ))
Dokumen Asli Peninggalan Sultan Syarif Hamid I Alkadri yang
di serahkan kepada anaknya Pangeran Bendahara Tua Syarif Jafar bin Sultan
Syarif Hamid I Alkadri yang tersimpan di Maktab NanGa 1857
PENGUSIR BOTE BUMI KALIMANTAN
Bin Husein Bin Ahmad Bin Husein Bin Muhammad Alkadri
Pendiri Kesultanan Pontianak, Pendiri Kota Pontianak, Sultan Pertama Istanah Kadriah Kesultanan Pontianak 1771 M - 1808 M Dari didirikannya Istanah Kadriah Kesultanan Pontianak selama 37 tahun
Dan di Nobatkan sebagai Sultan pada tahun 1778 M - 1808 M menjabat sebagai Sultan selama 30 tahun
Lahir : Matan, 7 Julhizah 1151 H / 1730 M
Wafat : Pontianak, 3 Muharam 1229 H / 1808 M
Makam : Batu Layang
Saat Wafat Usia ; 78 tahun
Ayah : Sayyid Husein bin Ahmad bin Husein bin Muhammad Alkadri
Ibundah : Nyai Tua / Utin Cabanat/ Utin Chandramidi binti Sultan Muhammad Jainuddin Matan dari istri Nyai Kesumbi etnis Daya Matan
Istri Yang Di Sepuhkan : Maharatu Suri Mahkota Agung Kesumasari binti Raden Pangeran Wijoyo Ningart bin Sultan Hamengkubuwono I (Raden Sujono) bin Sunan Amangkurat IV dari Istri Tejawati
Jumlah istri keseluruhan : 67 Permaisuri tidak di anggap selir karena di nikahi secara sah dan dengan Mas Kawin yang sangat Pantastis minimal 1 peti emas hingga 7 peti emas setiap istri
Ini di buktikan dari : 101 anak yang di lahirkan semuanya bergelar :
Anak laki-laki Bergelar : Pangeran / Panglima
Anak perempuan bergelar : Ratu / Putri
Bahkan Saudara kandungnya juga di beri gelar : Panglima / Pangeran / Tuan dan Ratu / Putri
Maka Syarif Abdurrahman Alkadrie memutuskan untuk berdagang
awalnya membantu dagangan ayahnya Sayid Husein Alkadrie sebagai modal pertama,
maka beliau langsung berangkat ke Yogyakarta dengan membawa dagangan dari
Pontianak pada saat itu usianya baru mencapai hampir 19 tahun. Akan tetapi
setelah sampai di Yogyakarta beliau bertemu seorang gadis bernama Raden Putri
Kesumasari Binti Raden Temenggung Wijoyo Ningart bin Sultan Hamengkubowo I bin
Sunan Amangkurat dan istrinya Tejawati, tertarik dengan anak Raden Ahirnya
Syarif Abdurrahman Alkadrie dengan Rombongan langsung melamar
2. Raden Putri Kesumasari binti Raden Temenggung Wijoyo
Diningrat., Raden Putri langsung menerima lamaran tersebut, kelak menurunkan Sultan Syarif Usman, Sultan Pontianak ke III
Dengan tidak menentukan Mas kawin. akan tetapi Syarif
Abdurrahman Alkadrie mengantarnya dengan tiga peti Emas maka Ayahnya Raden
Temenggung Wijoyo Diningrat langsung menerima lamaran tersebut, aja tetap
Syarif Abdurrahman Alkadrie sebelumnya sudah berterus terang tentang Nazdarnya
dan ayah Raden Putri Kesumasari tidak berkeberatan serta menyerahkan urusan
kepada anaknya, maka acar kebesaran di laksanakan di Kediaman temenggung selama
15 hari berturut - turut sesuai tradisi Adat Kedaton Kesepuhan Pendopo Raden
Temenggung Wijoyo Diningrat
Setelah selesai acara pernikahan Syarif Abdurrahman Alkadrie
bertahan lebih dari 4 bulan setelah memastikan istrinya hamil baru beliau mohon
pamit untuk pulang ke Mempawah sekaligus membawa barang dagangannya dan
berjanji akan kembali lagi menjemput istrinya ke Mempawah jika berhasil
membangun Istanah Kesultanan sendiri
((Dari pernikahan dengan Putri Kesumasari binti Raden
Temenggung Wijoyo Diningrat memperoleh 1 anak laki - laki dan 3 anak
perempuan jumlah 4 orang anak,. Anak laki-laki bernama Sultan Syarif Usman
bin Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie Sultan Ke III Istanah
Kadriah Pontianak ))
Dari Yogyakarta Pangeran Cakra Buana Syarif Abdurrahman
Alkadrie (gelar pemberian dari Opu Daeng Manambon Sayyid Syech Abu Bakar Adeni
Qaulan Jazirah) langsung menuju ke Jakarta, dan berlabuh untuk membongkar
barang dagangan yang ingin di beli oleh Konsumen di Jakarta beliau berlabuh
pelabuhan Rakyat dan tidak di Batavia akan tetapi tidak berjauhan dari
pelabuhan tersebut
Kemudian beliau tinggal beberapa hari di Jakarta, akan
tetapi niat ingin pulang ke Mempawah beliau tunda terlebih dahulu karena
bertemu dengan seorang gadis bernama
3. Musih binti Husein Assagaf kemudian Syarif Abdurrahman
Pangeran Cakra Buana bertemu langsung dengan ayah kandung Musih binti Husein
Assagaf dan mengutarakan ke inginanya melamar
Seraya menceritakan nadzar tersebut ke Husein Assagaf,
setelah Husein Assagaf bertanya kepada anaknya Musih Assagaf, Musih Assagaf
menerima lamaran tersebut kemudian saat itu juga dengan Pasukanya mengantarkan
"Mas Kawin Satu Peti Emas' dengan cara pesta perkawinan sesuai adat
tradisi Ahlulbait dengan menampilkan gambus, Rebana dan Marawis dengan
memperbanyak Sholawatan selesai acara Pangeran Cakra Buana Syarif Abdurrahman
Alkadrie tidak langsung berangkat melainkan menetap hingga tiga bulan, setelah
memastikan ke haimlan istrinya barulah beliau pulang ke Mempawah,
((Dari pernikahannya dengan Nyai Musih binti Husein
Assagaf memperoleh 4 anak laki-laki dan 1 anak perempuan))
Setelah berlayar memutar menuju tanjung pinang sekitar dua hari beliau membongkar barang dagangan yang akan di beli Konsumen Tanjung pinang, kemudian berlabuh beberapa hari, akan tetapi di tanjung pinang beliau bertemu dengan seorang gadis dan menceritakan nadzarnya, karena kedua orang tidak setuju maka Pangeran Cakra Buana Syarif Abdurrahman Alkadrie memutuskan berlayar menuju Serasan
Kemudian terus ke Malaysia menuju Sematan kemudian berlabuh dan membongkar barang Dagangan yang di bawah dari Yogyakarta, Jakarta, Tanjung Pinang di Samatan barang tersebut di beli konsumen dan beliau mengisi barang - barang dari Samatan Malaysia, di Samatan Pangeran Cakra Buana Syarif Abdurrahman Alkadrie sengaja berlabuh agak lama karena tujuan untuk mencari gadis yang mau di nikahi,
Ahirnya bertemu dengan seorang gadis Malaysia
bernama
Putri Aminah binti Muhammad Alwi Albanasan yang berasal dari
kinibalu tetapi menetap di Samatan Malasia, karena bertemu dengan gadis
tersebut secara jujur Pangeran Cakra Buana Syarif Abdurrahman Alkadrie
mengemukakan nadzar yang pernah di ucapkan ternyata gadis Malaysia ini
mau menerima Lamaran tersebut dan orang tuanya Muhammad Alwi Banasan menerima
lamaran tersebut
Sehingga
4. Putri Aminah binti Muhammad Alwi Albanasan menjadi
istri yang ke 4
((Dari Pernikahan dengan Putri Aminah binti Muhammad
Albanasan memperoleh 2 orang anak laki-laki yang keduanya bergelar
Pangeran Cakra dan Cakra Muda))
Setelah hampir 4 bulan menetap Pangeran Cakra Buana Sysrif
Abdurrahman Alkadri kemudian baru berlayar ke Arah Sambas, setiba di Sambas
Syarif Abdurrahman Alkadri menetap kembali dan menemukan seorang gadis Sambas,
setelah mengemukakan Nadzarnya gadis tersebut menerima maka Rombongan Segera
melamarkan hanat Sysrif Abdurrahman Alkadri, Gadis tersebut bernama
5. Putri Salmah binti Hamid Barakat salah satu keluarga
Kesultanan Sambas dengan Mahar Satu Peti Emas, dari pernikahan memperoleh 4
orang anak laki - laki, di Sambas Syarif Abdurrahman Alkadri banyak menjual
barang dagangannya dan mengisinya dengan barang langkah yang akan di jual di
tempat lain
Dari Sambas beliau baru menuju Mempawah ke rumah kediaman
ayahnya Sayid Husein Alkadri di Galah Herang kemudian baru ke Istanah
Sebukit Rama
Yang ternyata istrinya Putri Mempawah melahirkan seorang
anak perempuan yang sudah berusia satu tahun lebih bernama Ratu Aisyah Alkadri
Putri pertama dari pernikahannya dengan Ratu Mempawah Utin Candramidi binti Opu
Daeng Manambon Sayid Syech Abu bakar Adeni Qaulan Jazirah
Di Mempawah Pangeran Cakra buana Systif Abdurahman kemudian
menikahi lagi
6. Nyai Musih binti Abdullah Tatang Etnis Dayak Sambe Mualaf
dari pernikahan ini Pangeran Cakra Buana memiliki 2 anak laki-laki dan 2 anak
perempuan, salah satu anak laki - lakinya adalah Pangeran Angke Syarif Hamid
Alkadri Muara Angke Jakarta yang saat ini di kenal Sysrif Hamid Keramat
Muara Angke
Istanah Kadriah Istanah Kadriah yang sekarang kelihatan
Megah merupakan hasil Renovasi Sultan Syarif Usman Aljadri yang menjabat dari
tahun 1819 M - 1855 M, Istanah ini Beliau renovasi pada tahun 1821 M dan baru
selesai 1822 M dengan ornamen yang lebih Indah seluruhnya terbuat dari Kayu
Ulin Tua (Belian Tua) sehingga sekarang tahun 2025 M, tetap berdiri Kokoh dan
hanya rehab kecil menganti kayu yang keropos serta pengecatan ulang saja
sehingga tetap kelihatan Indah dan megah oleh Sultan - Sultan penerusnya
Selanjutnya Pangeran Cakra Buana Systif Abdurahman Alkadri
menikah lagi dengan
7. Ratu Nyai Parabu Khodijah binti Husein Jamalullail (Istri
Husein jamalullail adalah Ratna etnis asli Dayak Majang dari Pedalaman hulu
Sambe, setelah masuk Islam di Panggil Inche Ratnah , dengan mahar antaran juga
satu Peti Emas dari pernikahan ini memiliki satu orang anak laki-laki bernama
Panglima Mangku Terbang Syarif Abdullah bin Pangeran Cakra Buana Syarif
Abdurrahman Alkadri
Setelah menetap hampir 9 bulan di Mempawah kemudian
bolak balik Sambas, Sompak, Sambe Darit, Pangeran Cakra Buana Syarif
Abdurrahman Alkadri memutuskan untuk berlayar ke Banjarmasin untuk
membawa barang Daganganya
Istanah Kadriah Pontianak tampak dari depan di bangun pada tahun 1771 M, kemudian di sempurnakan oleh Sultan Syarif Usman dengan menambah Sayap kiri dan sayap kanan sebagai selasar dan teras depan kemudian penjahat bagian belakang dengan teknis mengikuti atas dasarnya sehingga tidak seperti sambungan baru, awalnya Istanah ini mau di pindah akan tetapi tidak jadi karena Sultan Syarif Usman Alkadri bermimpi agar posisi Istanah tetap dan tidak boleh di geser sedikitpun, akan tetapi sebagian Sejarah mengatakan di pindah,
Sejarah
tersebut adalah bohong dan mereka membuat rekayasa seolah - olah posisi Istanah
di Pinggiran Sungai Kapus, hal ini bahwa Istanah tidak pernah di pindah dapat di
lihat letak "" Montour"" nya berdasarkan jatuhnya
tebakan meriam bear adalah sekitar 300 meter dari pinggiran Sungai Kapuas, 300
M dari aliran Sungai Bentong yang membelah Masjid Kesultanan dengan Istanah,
untuk keasnid Istanah harus melewati Jembatan Sungsi beting yang lebanya
sekitsr 7 M, yang sudah ada jembatan yang sejak Sultan Syarif Abdurrahman
Alkadri
Setelah seminggu lebih berlayar tibalah mereka ke Sungai
Banjar yang saat ini menjadi Pelabuhan Kelas II atau Pelabuhan Rakyat sekarang
Pelabuhan Rakyat Pelabuhan Kelas II Kota Banjarmasin sebagai
tempat berlabuhnya Kapal Layar Pangeran Cakra Buana Syarif Abdurrahman
Alkadri., Di pelabuhan ini Pangeran Cakra Buana Syarif Abdurrahman Alkadri
menambat atau melabuhkan 17 Kapal Layarnya yang di berangkat dari Pontianak
Pada saat itu Sultan yang berkuasa adalah Sultan Sa'ad
Tanah Tahmidullah yang berkuasa dari tahun 1761 M - 1801 M, Sultan
memiliki anak bernama Ratu Banjar Ratu Syahranum
Mengetahui dari informasi pasukan Pangeran Cakra Buana
Syarif Abdurrahman Alkadri memiliki Nadzar maka Sultan Sa'ad meminta agar
Syarif Abdurrahman Alkadri mau bersilaturahmi di Istanah Beliau, Syarif
Abdurrahman Alkadri bersedia Silaturahmi setelah meminta ijin untuk istirahat
barang sehari karena sedikit lelah setelah berlsya labih dari satu minggu dan
mengawasi pembongkaran barang Daganganya yang akan di pasar kangen di Wilayah
Banjarmasin dan sekitarnya
Keesokan harinya belisu di dampingi beberapa pasukanya
menghadiri undangan Sultan Sa'ad Tanjih Tahmidullah yang menjadi Sultan Sa'ad
itu
Dalam Silaturahmi Sultan mengutarakan bahwa bisu memoliki
beberapa anak perempuan salah satunya yang tertua adalah Ratu Syahranum binti
Sultan Sa'ad Tanjih Tahmidullah, apakah Syarif Abdurrahman Alkadri mau menikahi
anaknya yang Sa'ad itu sudah mencapai usia dewasa
Sysrif Abdurrahman Alkadri lalu mengutarakan bahwa beliau
memang punya nadzar akan memiliki anak 101 orang dan tidak akan berhenti
menikah jika jumlah tersebut belum terpenuhi
Atas pernyataan yang terus terang Sultan metada senang
kemudian Sultan juga banyak mengucapkan terima kasih atas kehadirannya di
Banjar yang banyak membawa barang Daganganya yang sast itu sangat di perlukan
Rakyat Bsnjar
Maka sebagai ucapan terimakasih kasih tersebut,
Kemudian
Sultan Banjar menobatkan Pangeran Cakra Buana Syarif Abdurrahman Alkadri
menjadi "" PANGERAN EMAS NUR ALAM" gelar tersebut berhak
belisu pakai karena telah berlaysr di beberapa Pulau dengan gagah berani
membuat beberapa Samudra kelak gelar tersebut akan terbukti bahwa Pangeran Emas
Nur Alam akan menjelajahi Samudra dalam petualangan berdagang dan berkeliling
mencari jodoh untuk memenuhi Nadzar yang pernah di ucapkanya di depan calon
istrinya Ratu Mempawah Utin Candrawathi, ayahnya Sayid Husein Alkadri dan
di depan calon mertuanya Opu daeng Manambon Sayid Syech Abu bakar Adeni Qaulan
Jazirah
Istanah Kadriah Kesultanan Pontianak tampak dari samping
kelihatan tangga lantai Dua di depan Sekadar / teras depan Istanah Kadriah
Kesultanan Pontianak, tangga ini fi bangun oleh Sultan Syarif Usman Alkadri
1825 M - 1826 M
Kemudian Pangeran Emas Nur Alam meminang
8. Ratu Banjar Ratu Syahranum binti Sultan Sa'ad Tanjih
Tahmidullah dengan Mahar Mas Kawin Tiga Peti Emas di sertai barang antaranya
Setelah menikah dengan Ratu Banjar Ratu Syahranum binti Sultan Sa'ad Tanjih Tahmidullah maka Pangeran Cakra Buana Syarif Abdurrahman Alkadri berubah menjadi Pangeran Emas Nur Alam Syarif Abdurrahman Alkadri dan Sultan Banjar memberikan hadiah berupa Mahkota Emas sebagai gelar "" Pangeran Nur Alam ""
Mahkota inilah yang di tinggalkan oleh Pangeran
Nur Alam Syarif Abdurrahman Alkadri ketika menelusuri Sungai Segedong dan
membuat sebuah bangunan Pendopo yang kemudian beliau memberikan Mahkota Emasnya
kepada penjaga Pendopo dari Etnis Bugis untuk selanjutnya tempat tersebut di
kenal sebagai "" GEDUNG INTAN SEGEDONG ""
Dari hasil pernikahan dengan Ratu Banjar Ratu Syahranum
binti Sultan Sa'ad Tanjih Tahmidullah Pangeran Nur Alam Syarif Abdurrahman
Alkadri memiliki tiga orang anak 2 orang laki-laki dan satu perempuan sebagai
anak tertua
Istanah Kadriah Kesultanan Pontianak tampak dari samping,
merupakan hasil Rehabilitasi Sultan Syarif Usman Aljadri 1825 M - 1826 M ketika
beliau menjabat sebagai Sultan Pontianak yang ke Tiga mengantikan abang
kandungnya Sultan Syarif Kasim bin Sultan Syarif Abdurrahman Alkadri
Salah datu anak tersebut yang sangat di kenal adalah
Pangeran Kachil Syarif Alwi bin Sultan Syarif Abdurrahman Alkadri,
Pangeran Kachil terkenal karena memiliki poster tubuh yang tinggi gemulai
sehingga ketika berumur 15 tahun tidak bisa berjalan karena tubuh yang terlalu
lembek hingga harus di papan oleh dua orang jika akan ke kamar besar maupun
Kecil
Pangeran Mas Nur Alam menikah dengan Ratu Banjar
Ratu Syahranum binti Sultan Sa'ad Tanjih Tahmidullah beliau juga menikahi
beberapa Gadis perempuan di Kalimantan selatan di antara istri istri tersebut
adalah :
9. Ratu Aisyah binti Abdurrahman Arsyad Al-Banjari,
dengan mahar Mas kawin satu peti Emas., makam Tua Handil Babrik Kalimantan
Selatan sekarang masuk dalam Kabupaten Tanah Laut, hanya saja dari hasil
pernikahaya tidak memiliki keturunan sehingga Pangeran Emas Nur Alam
memutuskan untuk menikah lagi dengan
10. Ratu Simah bin Moh Saad Arsyad Al-Banjari., dengan mahar
Mas kawin satu peti Emas., Makam Tua Klaten B Banjarmasin, akan tetapi juga
tidak memiliki keturunan karena tidak bisa melahirkan, maka Pangeran Emas Nur
Alam memutuskan menikah lagi dengan
11. Ratu Sa'idah binti Muhammad Arsyad., dengan
Mahar Mas Kawin Satu Peti Emas., (nama orang tua kebetulan sama lain
orang) Makam Tua di Klayen A Banjarmasin, dari pernikahan ini juga
tidak memiliki keturunan, terapi Pangeran Mas Nur Alam Syarif Abdurrahman
Alkadri tetap tidak putus asa kemudian beliau memutuskan untuk menikah
lagi dengan seorang gadis bernama
12. Ratu Khodijah binti Usman Al-Banjari, dengan Mahar Mas Kawin Satu Peti Emas., Makam Tua Handil Babirik Provinsi kalimantan
selatan, juga tidak melahirkan anak sehingga tidak memiliki keturunan
13. Ratu Salmah binti Abu bakar Jamalullail., dengan
Mahar Mas Kawin satu Peti Emas., makam Tua Marabahan Barito
kuala Kalimantan selatan, dari pernikahan ini Pangeran Mas Nur Alam
Syarif Abdurrahman Alkadri memiliki 2 orang anak laki-laki., Kedua anak
laki-laki tersebut lahir di Kandangan dan keduanya juga wafat di Kandangan dan
di Makamkan di Pemakaman Tua Julak Kalsium di Kandangan, untuk
selanjutnya Pangeran Mas Nur Alam Syarif Abdurrahman Alkadri juga menikahi
4. Ratu Parabu Hafijah binti Abu bakar Al-idrus dengan Mahar
Mas Kawin Satu Peti Emas., Kandangan, Makam Kompleks Pemakaman Julak Kalsium
Kandangan Hulu sungai Selatan., Dari pernikahan tersebut beliau memiliki dua
orang anak laki-laki yang juga di Makamkan di Pemakaman tua Julak Kalsium
Kandangan Hulu Sungai Selatan., Selanjutnya Pangeran Mas Nur Alam Syarif
Abdurrahman Alkadri juga menikahi
15. Ratu Putri Lina binti Muhammad Arsyad di Klayen A
Banjarmasin, dengan Mahar Mas Kawin Satu Peti Emas., Makam Pemakaman Tua Klayen
A Banjarmasin, Dari pernikahan tersebut memiliki satu orang anak laki-laki yang
makamnya juga terdapat di Pemakaman Tua Klayen A Banjarmasin Kalimantan
Selatan. , Selain itu Pangeran Mas Nur Alam Syarif Abdurrahman Alkadri juga
menikahi
16. Ratu Salmah II binti Abdullah Al-idrus, makam Bati -
bati Martapura Kabupaten Banjar Provinsi kalimantan Selatan., dengan Mas Kawin
satu Peti Emas Dari pernikahan ini memperoleh seorang anak laki-laki yang juga
Wafatnya di Bati - bati Martapura Kabupaten Banjar Provinsi kalimantan
selatan, kemudian beliau menikah lagi dengan
17. Ratu Khodijah binti Abdurrahman Wahid Al-Banjari, Makam
Kompleks Pemakaman Sultan Sa'ad Tanjih Tahmidullah. , Dari pernikahan tersebut
Pangeran Emas Nur Alam Syarif Abdurrahman Alkadri juga tidak memiliki anak.,
Merasa istrnya juga tidak bisa melahirkan kemudian Pangeran Mas Nur Alam Syarif
Abdurrahman Alkadri menikah lagi dengan
18. Ratu Munawarrah binti Syaiful Shodiq Al-idrus
dengan Mahar Mas Kawin satu peti Emas, makam komplek pemakaman tua Batu Licin
Kalimantan selatan "Borneo Selatan" akan tetapi dari pernikahan
ini istrinya juga tidak dapat melahirkan anak., karena merasakan istrinya tidak
bisa memberikan keturunan lagi, maka Pangeran Emas Nur Alam Syarif Abdurrahman
Alkadri menikah lagi dengan
19. Ratu Dayang Kesumbi binti Alwi Ahmad Alidrus
dengan Mahar Mas kawin satu Peti Emas, makam di Kompleks pemakaman Pangeran
Kachil Syarif Alwi bin Sultan Sysrif Abdurrahman Alkadri bagian atas, akan
tetapi dari pernikahan tersebut istrinya juga tidak bisa melahirkan
anak.,
Merasa dari pernikahan tersebut istrinya tidak bisa
memberikan keturunan, maka Pangeran Mas Nur Alam Syarif Abdurrahman Alkadri
memutuskan untuk membawa barang Dagangan yang yang di beli dari wilayah
Kalimantan selatan sudah hampir dua tahun berlabuh ahirnya beliau memutuskan
untuk berangkat ke Kalimantan Tengah, maka ke Tujuh Belas Kapal berlayar ke
Kalimantan Tengah dengan menempuh waktu berlayar lebih dari empat hari karena
mengalami cuaca buruk di lautan. , untuk memenuhi permintaan barang dari Kesultanan
Kalteng yang berada Kota Waringin setelah membongkar barang daganganya di
Pelabuhan Kota Waringin Barat
Yang di bawah dari beberapa daerah Borneo Selatan /
termasuk Kalimantan selatan dan memuat kembali barang yang di beli
di Kalimantan Tengah / Borneo Tengah., maka dari ke 17 Kapal
tersebut ada yang berangkat masuk di sungai - sungai kecil untuk mengantarkan
barang pesanan tersebut, kesempatan tersebut di manfaat oleh Pangeran
Emas Nur Alam Syarif Abdurrahman Alkadri untuk mencari jodoh untuk memenuhi
nadzarnya yang belum tercapai
"" Pernah Pangeran Emas Nur Alam Syarif
Abdurrahman Alkadri bertanya kepada Sultan Sa'ad Tanjih Tahmidullah mengapa
beliau memberi gelar Pangeran Emas Nur Alam
Pada saat itu Sultan Sa'ad hanya tersenyum kemudian menjawab
"" Sesungguhnya Perjuangan Anak Emas Akan Menjelajahi Hampir Semua
Samudra baru Nadzar anak Emas bisa terpenuhi "" Itulah salah
satu
Makna dari Pangeran Emas Nur Alam
Yang di berikan Sultan Banjar sa'at itu
Apa yang di ucapan kan Sultan Sa'ad Tanjih Tahmidullah
memang terbukti karena setelah resmi menjadi Sultan justru Pangeran Emas Nur
Alam Syarif Abdurrahman Alkadri harus berlayar ke Belanda melewati
Samudra India, Samudra Atlantik Selatan dan Samudra Atlantik Utara sekalipun
Pelayan tersebut mengambil alur pinggir akan tetapi ketiga Samudra
tersebut harus di lewati""
Ruang Pertemuan Selasar Tengah berukuran Lebar 7 M x 17 M
di Istanah Kadriah Kesultanan Pontianak
Setelah mengitari Wilayah Kalimantan Tengah hampir dua
minggu untuk membongkar dan memuat barang dagangan ahirnya Pangeran Nur Alam
Syarif Abdurrahman Alkadri memutuskan untuk menyeberang ke pulau Jawa tepatnya
ke Jawa Barat bersama 17 perahu layar untuk melamar Ratu Prabu Khodijah binti
Temenggung Banten Syarif Abdullah Alkadri atas saran adiknya Panglima Laksamana
I Syarif Abu Bakar Alkadri yang merupakan cucu Sepupu, agar di nikahi
secara Sekufu satu garis sebagaimana yang terjadi dengan Sayidina Ali dengan
Sayidah Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Maka ke 17 kapal layar yang sudah penuh dengan barang
dagangan berlsysr menuju Jawa Barat
Pelabuhan kelas Dua Jawa Barat, sekarang sudah menjadi
Pelabuhan bongkar muat barang dan tronton Pelabuhan Patimun yang sering di
singgahi kapal layar Pangeran Emas Nur Alam Syarif Abdurrahman Alkadri yang di
namanya sebagai Pelabuhan Rakyat yang padat untuk bongkar muat barang , saat
itu hanya di sebut Pelabuhan Rakyat Patimun, Sekarang menjadi Pelabuhan Patimun
Kelas II dari Tujuh Pelabuhan besar di Jawa Barat
Setelah tiba di Jawa Barat tepatnya di Tanggerang Banten
beliau di sambut oleh Pangeran Temenggung Banten Syarif Abdullah bin Panglima
Laksamana I Syarif Abu bakar Alkadri setelah membongkar 27 muatan kapal barang
kemudia di isi kembali untuk di jual di daerah lanya
Kemudian Pangeran Emas Nur Alam Syarif Abdurrahman Alkadri
di temukan dengan anak Pangeran Temenggung Banten Syarif Abdullah bin Panglima
Laksamana I Syarif Abu bakar Alkadri
Atas permintaan kakeknya Panglima Laksamana I Syarif Abu
bakar Alkadri
20. Ratu Perbu Khodijah binti Tumenggung Pangeran
Banten Syarif Abdullah Alkadri, maka Pangeran Emas Nur Alam Syarif Abdurrahman
Alkadri memberikan 3 Mahar Peti Emas, akan tetapi di tolak Ratu Perbu Khodijah
binti Tumenggung Pangeran Banten Syarif Abdullah Alkadri dan hanya menerima
Satu Peti Emas saja dengan syarat bahwa Ratu Perbu Khodijah binti Tumenggung
Pangeran Banten Syarif Abdullah Alkadri di terima untuk menemani pelayaran
Pangeran Emas Nur Alam Syarif Abdurrahman Alkadri di mana saja berlayar, atas
permintaan tersebut di setuju oleh Pangeran Emas Nur Alam Syarif Abdurrahman
Alkadri
Dari pernikahan dengan Ratu Perbu Khodijah binti Tumenggung
Pangeran Banten Syarif Abdullah bin Panglima Laksamana I Syarif Abu bakar
Alkadri memperoleh 5 anak laki-laki dan 2 anak perempuan., dan dari
ketujuh anak tersebut ada tiga anak yang di lahirkan di dalam perahu layar di
bantu dua orang sayang dapur Kapal layar, salah satu anak tersebut adalah
Pangeran Tinggi Al - Akbar Adijaya Kesuma Syarif Alwi Al - Akbar bin Pangeran
Emas Nur Alam Syarif Abdurrahman Alkadri., yang setelah ayahnya menjadi Sultan belisu
di angkat menjadi pengurus Distrik Perdagangan Wilayah Banten kemudian
selanjutnya di minta untuk mengasuh Pangeran Kachil Syarif Alwi bin Pangeran
Emas Nur Alam Syarif Abdurrahman Alkadri karena mengalami kelainan fisik
(Lumpuh semenjak lahir)
Makam Batu Layang Kesultanan Kadriah Pontianak, peletakan
batu pertama dengan tembakan meriam ke Tiga dari simpang tiga Sungai Kapuas,
Landak dan Sungai Beting, tembakan ketiga peluru Meriam jatuh di dekat Batu
Layang, sehingga di bangun sebagai cikal bakal makam keluarga Kesultanan
Kadriah Pontianak
Setelah tiga bulan menetap di Banten Pangeran Emas Nur Alam
Syarif Abdurrahman Alkadri meneruskan pelayaran ke Pulau Sumatra, Pangeran Emas
Nur Alam Syarif Abdurrahman Alkadri langsung berlayar menuju Sumatra
setelah tiga hari berlaysr beliau tiba di Pelabuhan Tanggamus (Sekarang
menjadi Pelabuhan Kota Agung) di sini beliau hanya mbongksr sebanyak 10 Kapal
barang yang akan di pasarkan di Kota Agung
Kemudian mengirim kembali barang Daganganya yang di beli di
Kota Agung untuk di jual di tempat lainya
Di Kota Agung Lampung Pangeran Emas Nur Alam Syarif
Abdurrahman Alkadri bertemu seorang Gadis yang siap dinikahi setelah di
jelaskan tentang Nadzarnya yang pernah di ucapkan, gadis tersebut setuju
kemudian menemui ayahnya
Dari hasil percakapan ayahnya maka di putuskanlah
pernikahan
21. Ratu Aisyah binti Abdurrahman Jamalullail Kota Agung
Lampung dengan Mahar Mas kawin Satu peti Emas
Dari pernikahan dengan Ratu Aisyah binti Abdurrahman Jamalullail memiiki dua orang anak laki-laki kembar Dua keduanya di beri nama yang sama yaitu :
21.1. Pangeran Mas Mangku Syarif Hidayatullah I bin Pangeran Emas Nur Alam Syarif Abdurrahman Alkadri dan
21.2. Raden Mas Syarif
Hidayatullah II bin Pangeran Emas Nur Alam Syarif Abdurrahman Alkadri
Kemudian setelah tiga bulan Pangeran Emas Nur Alam Syarif
Abdurrahman Alkadri meneruskan pelayarannya menuju Aceh pelayaran
menempuh waktu lebih sstu hari 27 kalal tiba di Pelabuhan Rakyat Ule - Ulee
Kota Banda Aceh, tujuan utama membawa barang Dagangan di Pelabuhan ini ke 17
kapal membawa barang di bongkar semua karena banyak peminatnya
Kemudian di isi barang dagangan dari Aceh dan satu kapal
saja yang di kosongkan
Dari Aceh satu kapal ini menelusuri Sungai Aceh menuju Pidie
Aceh untuk bertemu seorang ulama di Pidie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar